Hadits 664
وَعَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ: كَانَ رَسُولُ اَللَّهِ يُقَبِّلُ وَهُوَ صَائِمٌ, وَيُبَاشِرُ وَهُوَ صَائِمٌ,
وَلَكِنَّهُ أَمْلَكُكُمْ ِلإِرْبِهِ ( مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ, وَاللَّفْظُ لِمُسْلِمٍ)
وَزَادَ فِي رِوَايَةٍ: فِي رَمَضَانَ
Dari Aisyah radhiallahu anha,
dia berkata,
"Rasulullah pernah mencium
(isterinya) saat dia sedang berpuasa dan mencumbu (isterinya) saat dia sedang
berpuasa. Akan tetapi dia adalah orang yang paling mampu menahan keinginannya
di antara kalian." (Muttafaq alaih. Redaksi berasal
dari riwayat Muslim). Terdapat tambahan dalam sebuah riwayat: "Di
(bulan) Ramadan."
Pemahaman dan Kesimpulan Hadits;
- Masalah jimak di siang hari
Ramadan bagi orang yang terkena kewajiban puasa, sudah disepakati hukumnya
haram dan membatalkan puasa dengan ketentuan khusus yang akan dibahas dalam
hadits berikutnya.
- Akan tetapi, terkait dengan hukum
mencium isteri atau mencumbunya selain jimak. Para ulama berbeda pendapat. Ada
yang berpendapat bahwa hukumnya makruh secara mutlak, adapula yang mengatakan
haram secara mutlak, adapula yang menyatakan mubah (boleh) secara mutlak. Akan
tetapi, pendapat yang dikuatkan adalah merinci berdasarkan kondisi pelakunya,
yaitu jika orang yang melakukannya memiliki hasrat yang tinggi dan mudah
terangsang, maka makruh baginya mencium isterinya saat puasa, seperti pasangan
muda atau orang yang baru menikah. Akan tetapi bagi yang tidak mudah
terangsang, maka hal tersebut dibolehkan baginya.
Hal ini berdasarkan perkataan
Aisyah radhiallahu anha; وَلَكِنَّهُ
أَمْلَكُكُمْ ِلإِرْبِهِ (akan
tetapi dia adalah orang yang paling mampu menahan keinginannya di antara kalian)
yang menunjukkan bahwa
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam adalah orang yang paling dapat
menjaga keinginannya.
Sebagian ulama menganggap bahwa
perkataan Aisyah radhiallahu anha menunjukkan kekhususan Rasulullah shallallahu
alaihi wa sallam dalam masalah ini. Karena hanya beliaulah yang dapat
mengendalikan hawa nafsunya. Yang lain berpendapat bahwa perkataan Aisyah
menunjukkan kebolehan bagi siapa saja yang dapat mengendalikan syahwatnya dan
larangan bagi siapa saja yang tidak dapat mengendalikan syahwatnya.
- Pendapat kedua ini lebih
dikuatkan karena tidak petunjuk jelas yang menunjukkan hal tersebut sebagai
kekhususan Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam. Disamping, pada kenyataannya memang ada orang yang dapat
mengendalikan syahwatnya dan ada yang tidak. Juga berdasarkan riwayat bahwa
Umar bin khattab yang pernah mengadu kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa
sallam bahwa dia mencium isterinya saat berpuasa, maka beliau mengatakan
bahwa hal itu tidak apa-apa, seperti orang yang berkumur saat berpuasa. (HR.
Ahmad, dishahihkan oleh Al-Arna'uth)
- Diluar perdebatan itu, tentu saja
menghindari perbuatan ini, mencium dan mencumbu, lebih utama dan lebih terjaga
dari hal-hal yang dapat merusak puasa.
- Diperdebatkan pula terkait dengan
hadits ini, apakah mencium atau mencumbu isteri dapat membatalkan puasa atau tidak.
Sebagian berpendapat bahwa mencium isteri saat berpuasa membatalkan secara mutlak,
dia harus mengqadha puasa hari itu setelah Ramadan. Sedangkan yang lainnya
berpendapat bahwa mencium dan mencumbu, selagi tidak keluar mani, maka hal
tersebut tidak membatalkan puasa. Pendapat terakhir ini yang dikuatkan sebagian
ulama. Kurang lebih, landasan pendapat dan argumentasinya merujuk kepada hadits
di atas.
- Terkait dengan masalah keluar
mani, para ulama membedakan masalahnya. Jika seseorang mengalami keluar mani
karena perbuatan yang disengaja secara sadar seperti mencium, mencumbu,
masturbasi, memandang terus menerus, dan semacamnya, maka jumhur ulama
berpendapat bahwa hal tersebut membatalkan puasa. Dia harus mengqadha puasa
hari itu. Namun tidak diwajibkan membayar kafarat sebagaimana halnya orang yang
berjimak.
- Adapun jika akibat perbuatan
tersebut keluar mazi saja, para ulama berbeda pendapat. Sebagian menyatakan batal
puasanya, sebagian lainnya menyatakan tidak. Pendapat terakhir (tidak membatalkan) dikuatkan oleh
sejumlah ulama termasuk di antaranya Syaikhul Islam Ibnu Taimiah dan Al-Lajnah
Da'imah dalam fatwanya (9222) juga menyatakan demikian.
- Di luar itu, dia harus bertaubat
atas tindakannya yang dapat merusak atau mengurangi pahala puasanya . Juga hendaknya
bertaubat jika pebuatan yang dilakukan termasuk perkara yang diharamkan seperti
masturbasi.
- Adapun jika keluar mani tanpa
perbuatan yang disengaja dan disadari, seperti mimpi junub di siang hari
Ramadan, atau memandang sekilas tanpa diulangi lalu timbul syahwat hingga
keluar mani. Maka keluar mani seperti ini tidak membatalkan puasa. Hanya saja
orang tersebut wajib mandi junub untuk melakukan ibadah shalat dan lainnya.
Abdullah Haidir
0 komentar:
Posting Komentar