Jakarta
- Anggota Komisi XI DPR RI Ecky Awal Mucharam mengingatkan pemerintah
dan Bank Indonesia (BI) untuk mewaspadai pelemahan rupiah karena akan
membawa dampak bagi perekonomian dan fiskal pemerintah. Menurut Ecky
pelemahan rupiah yang terlalu jauh dari asumsi yang ditetapkan dapat
mempengaruhi kredibilitas otoritas moneter. Rupiah saat ini berada di
level sekitar Rp 9.600/dolar AS, jauh dibandingkan asumsi makro dalam
APBN-P 2012 yaitu Rp 9.000/dolar AS.
“Secara rata-rata, sejak awal tahun nilai tukar rupiah sebesar Rp 9.300/dolar AS, artinya ada selisih Rp 300 dari asumsi makro. Selisih ini cukup besar karena mencapai lebih dari 3 persen, sementara tahun kemarin hanya lebih lemah kurang dari 1 persen,” kata Ecky.
Ecky mengakui bahwa pergerakan nilai tukar rupiah memang ditentukan oleh pasar, namun jika meleset terlalu jauh berarti ada yang salah dengan proyeksi yang dibuat oleh otoritas dalam asumsi makro. Ecky juga mengingatkan efek fiskal dari pelemahan rupiah ini, tiap melemah Rp 100/dolar AS tambahan defisit dalam APBN mencapai Rp 2,02 triliun – Rp 2,46 triliun. Jadi potensi pertambahan defisit dari pelemahan rupiah mencapai sekitar Rp 7 triliun.
“Itu baru dari pelemahan rupiah, belum dari melesetnya asumsi makro yang lain seperti tidak tercapainya lifting minyak mentah dan harga ICP yang melewati target, mungkin defisit bisa bertambah belasan triliun rupiah. Tentu ini semua harus diwaspadai dan dipersiapkan jika kondisi yang lebih buruk terjadi,” kata Ecky.
Anggota Fraksi PKS itu juga mengingatkan agar pemerintah segera melakukan diversifikasi energi, karena terbukti impor BBM yang besar telah membebani perdagangan maupun fiskal dan turut berperan penting dalam pelemahan nilai rupiah. Menurut Ecky masa depan energi Indonesia berada di panas bumi dan gas alam yang murah dan banyak terdapat di dalam negeri. demikian tutup Ecky.
pks.or.id 13 September 2012
“Secara rata-rata, sejak awal tahun nilai tukar rupiah sebesar Rp 9.300/dolar AS, artinya ada selisih Rp 300 dari asumsi makro. Selisih ini cukup besar karena mencapai lebih dari 3 persen, sementara tahun kemarin hanya lebih lemah kurang dari 1 persen,” kata Ecky.
Ecky mengakui bahwa pergerakan nilai tukar rupiah memang ditentukan oleh pasar, namun jika meleset terlalu jauh berarti ada yang salah dengan proyeksi yang dibuat oleh otoritas dalam asumsi makro. Ecky juga mengingatkan efek fiskal dari pelemahan rupiah ini, tiap melemah Rp 100/dolar AS tambahan defisit dalam APBN mencapai Rp 2,02 triliun – Rp 2,46 triliun. Jadi potensi pertambahan defisit dari pelemahan rupiah mencapai sekitar Rp 7 triliun.
“Itu baru dari pelemahan rupiah, belum dari melesetnya asumsi makro yang lain seperti tidak tercapainya lifting minyak mentah dan harga ICP yang melewati target, mungkin defisit bisa bertambah belasan triliun rupiah. Tentu ini semua harus diwaspadai dan dipersiapkan jika kondisi yang lebih buruk terjadi,” kata Ecky.
Anggota Fraksi PKS itu juga mengingatkan agar pemerintah segera melakukan diversifikasi energi, karena terbukti impor BBM yang besar telah membebani perdagangan maupun fiskal dan turut berperan penting dalam pelemahan nilai rupiah. Menurut Ecky masa depan energi Indonesia berada di panas bumi dan gas alam yang murah dan banyak terdapat di dalam negeri. demikian tutup Ecky.
pks.or.id 13 September 2012
0 komentar:
Posting Komentar