Terima kasih kepada pengunjung blog. Jumlah kunjungan telah melewati 23.000. Nikmati postingan baru setiap Sabtu-Ahad
Home » » FPKS Tolak Usulan Kenaikan Harga Rumah

FPKS Tolak Usulan Kenaikan Harga Rumah

Written By Unknown on Kamis, 15 Maret 2012 | 11.32

JAKARTA—Fraksi  PKS DPR RI menolak usulan kenaikan harga rumah bersubsidi yang diusulkan Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera). Usulan kenaikan harga rumah bersubsidi yang mencapai 45% dinilai tidak relevan mengingat sampai saat ini belum ada keputusan menaikan kenaikan harga BBM.
 
Anggota Fraksi PKS DPR RI yang juga anggota Komisi V Yudi Widiana Adia mengungkapkan hal tersebut, Kamis (15-3) terkait dengan usulan Kemenpera menaikan harga rumah subsidi baik tapak maupun rusun sebesar 45%.
 
“Terlalu dini untuk mengusulkan kenaikan harga rumah bersubsidi karena sampai saat ini kenaikan harga BBM juga belum disetujui dan masih dibahas di DPR. Tapi mengapa pemerintah sudah mematok kenaikan harga rumah bersubsidi sampai 45%? FPKS jelas menolak usulan kenaikan ini mengingat sampai saat ini belum ada keputusan mengenai kenaikan harga BBM,” kata Yudi yang juga anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR RI.
 
Seperti diberitakan sebelumnya, Kemenpera telah mengajukan usulan kenaikan harga rumah bersubsidi sebesar 45% kepada Kementerian Keuangan. Pemerintah beralasan, kenaikan harga rumah tersebut mengacu pada tingkat inflasi dari tahun 2007—2012 dan estimasi kenaikan BBM.
 
Kemenpera mematok harga maksimum rumah sejahtera susun bersubsidi diusulkan naik dari Rp144 juta menjadi Rp190 juta. Harga tersebut belum termasuk kenaikan harga BBM yang diperkirakan mendorong kenaikan harga rumah sebesar 10% sehingga total kenaikan harga rumah bersubsidi menjadi 45% sehingga harga rusun sejahtera menjadi Rp209 juta/unit.
 
Adapun harga patokan maksimum rumah sejahtera tapak bersubsidi diusulkan naik dari Rp70 juta menjadi Rp80 juta. Dan jika dihitung dengan dampak kenaikan BBM, harga rumah tapak menjadi Rp88 juta atau total kenaikannya sebesar 25,7%.
 
Baglock Makin Tingggi
 
Kenaikan harga rumah bersubsidi yang mencapai 45% tersebut, kata Yudi, akan meningkatkan baglock perumahan dan tidak tercapainya target pemerintah dalam pemenuhan hak masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dalam memperoleh rumah yang layak sebagaimana diamanatkan dalam UUD 1945.
 
“UUD mengamanatkan kepada pemerintah untuk menyediakan rumah yang layak bagi masyarakat. Dan hal itu diperkuat dengan pasal 54 UU No. 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) yang menegaskan bahwa Pemerintah wajib memenuhi kebutuhan rumah bagi MBR. Dengan kenaikan harga rumah subsidi, otomatis harga rusun subsidi sama dengan harga rusun komersial dan kian tidak terjangkau masyarakat MBR. Dengan demikian, baglock akan perumahan makin besar karena MBR tidak mampu membeli rumah dengan harga setinggi itu,” kata Yudi.
 
Untuk itu, Yudi meminta pemerintah tidak menaikan harga rumah bersubsidi. Yang seharusnya dilakukan pemerintah adalah menambah subsidi dan mempermudah proses subsidi rumah bagi MBR.
 
Selama ini, subsidi perumahan bagi MBR dilakukan melalui program pemberian Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP). Namun, dalam pelaksanaannya, FLPP juga tidak menunjukan hasil yang menggembirakan dalam mengurangi baglock perumahan.
 
Tahun 2010, program FLPP baru terserap untuk 20 ribu lebih unit rumah senilai sekitar Rp 500 miliar dari anggaran yang disiapkan mencapai Rp 2,6 triliun.  Tahun 2011, Kemenpera mengklaim setidaknya telah menyalurkan FLPP untuk sekitar 99.699 unit KPR Sejahtera. Jumlah tersebut terbagi atas 99.574 unit rumah sejahtera tapak dan 125 unit rumah sejahtera susun.
 
Tahun 2012, Kemenpera juga menargetkan penyaluran bantuan pembiayaan perumahan melalui kebijakan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) untuk sekitar 123.790 unit rumah. Untuk pelaksanaan kebijakan tersebut, Kemenpera telah mengalokasikan dana sekitar Rp 4,7 Triliun. Dana FLPP tersebut nantinya akan disalurkan untuk pembiayaan perumahan 122.790 unit rumah sejahtera tapak dan 1.000 unit rumah sejahtera susun.
 
Secara keseluruhan, alokasi dana FLPP selama tiga tahun terkahir (2010—2012) mengalami kenaikan yang cukup signifikan. Alokasi dana tersebut meningkat hampir lima kali lipat atau mencapai sebesar 13,69 triliun rupiah. Jika ditambah dana subsidi (yang kemudian berubah menjadi dana likuiditas pembiayaan perumahan) maka besarnya menjadi 21,62 triliun rupiah.
 
Sayangnya, penambahan anggaran itu seperti tak berbekas. Perlu pembuktian konkret apakah peningkatan alokasi dana RPJMN dapat berperan lebih efektif mengatasi angka kumulatif kekurangan perumahan. Sebab, faktanya, setiap tahunnya justru jumlah backlog bertambah lebih besar ketimbang realisasi pengadaan pembangunan perumahan.
Share this article :

0 komentar:

Posting Komentar


 
Support : Creating Website | Johny Template | Maskolis | Johny Portal | Johny Magazine | Johny News | Johny Demosite
Copyright © 2011-2013. PKS Lubeg - All Rights Reserved - Email: pkslubeg@yahoo.com
Template Modify by Creating Website Inspired Wordpress Hack
Proudly powered by Blogger