Saja
mengutjapkan sjukur alhamdulillah, karena pada malam ini saja dapat
menghadiri satu pertemuan dengan pengurus dari Taman Pendidikan Islam
jang sudah pernah terdengar namanja oleh kawan-kawan di Djakarta, akan
tetapi belum mengetahui benar-benar bagaimanakah usaha dan tindakan dari
Taman Pendidikan ini.
Sekarang saja berada ditengah saudara-saudara. Saja rasanja berada kembali pada tangga saja sendiri. Sebab tatkala saja keluar dari bangku peladjaran, maka jang mula-mula saja hadapi dalam lapangan pekerdjaan dan perdjuangan, ialah lapangan pendidikan Islam ini.
Sekarang saja berada ditengah saudara-saudara. Saja rasanja berada kembali pada tangga saja sendiri. Sebab tatkala saja keluar dari bangku peladjaran, maka jang mula-mula saja hadapi dalam lapangan pekerdjaan dan perdjuangan, ialah lapangan pendidikan Islam ini.
Adapun jang sedang saudara-saudara kerdjakan sekarang, bukanlah suatu pekerdjaan jang lekas-lekas diketahui orang. Bukan suatu pekerdjaan jang saban hari tertulis di surat-surat kabar, bukan pula pekerdjaan jang dianggap orang herois, pekerdjaan pahlawan jang dipudja-pudji setiap hari. Saudara mentjari pekerdjaan djauh dari kota, jakni di kebun-kebun onderneming, menanamkan Agama dikalangan buruh-buruh perkebunan di gunung-gunung.
Akan tetapi ketahuilah saudara-saudara, bahwa ibarat orang memanah, sasaran saudara sudah tepat pada tampuknja benar, sebab orang sering kali lupa, bahwa potensi dan tenaga dari umat kita, sebenarnja terletak di luar kota, di desa, di tepi-tepi gunung, di tengah-tengah alam raja jang besar itulah!
Sekarang saudara menghadapi satu masjarakat jang terpisah, jang dinamakan masjarakat kebun, jang mempunjai sipat sendiri, penuh dengan penderitaan poenale-sanctie dan lain-lain sisa alam pendjadjahan. Itulah batang terendam jang saudara-saudara pikul sekarang.
Ini adalah pekerdjaan jang menghendaki kepada meniadakan diri, meniadakan diri dengan pengertian, membuat sesuatu pekerdjaan hanja karena besarnja kesadaran dan tidak ingin kepada pudji dan pudja. Tjukup saudara-saudara puas dengan mendapat keredaan Ilahi jang Ia-nja melihat usaha saudara-saudara.
Bolehlah saja disini menjatakan kegembiraan hati dan sjukur saja, karena dapat bertemu dengan teman-teman jang meletakkan dasar pikirannja bahwa dalam membangun sesuatu umat, dan membangkitkan tenaga umat, dasarnja harus diatur dengan satu falsafah hidup jang tidak didasarkan kepada kebendaan dan materiil. Djikalau sekarang sebahagian bangsa kita tenggelam dialam kebendaan jang meradjalela, maka saudara-saudara sekarang mentjarikan imbangannja antara kedjajaan djasmani dan kemakmuran batin. Saudara-saudara sedang melakukan pekerdjaan jang bersipat merintis dalam alam perdjuangan ini.
Masih banjak orang jang belum mengetahui, apakah jang hendak ditudju oleh Agama Islam kita ini. Orang masih sering berkata: “Islam adalah agama, jang tempatnja di surau atau di langgar-langgar. Orang Islam itu salat, berpuasa sekali setahun, naik hadji, membajar zakat; hanja itu sadjalah jang dinamakan Islam!” Mereka kurang mengerti, bahwa Islam tidak terbatas hanja sampai di situ sadja. Islam tidaklah semata-mata urusan manusia dengan Tuhan sadja, akan tetapi djuga urusan manusia dengan alam, urusan manusia dengan manusia. Falsafah hidup jang demikian itu, dilupakan kepada keluarga-keluarga jang hanja dihargai menurut titik keringatnja jang keluar waktu bekerdja; keluarga jang dilupakan orang, bahwa dia adalah manusia, bukan mesin; manusia jang hidup dan mentjari penghidupan sebagai kita, manusia jang berpikir dan merasa djuga.
Saudara-saudara akan meletakkan pandangan hidup mereka itu lebih dari pada jang biasa, lebih tinggi nilainja. Mereka tidak hanja bekerdja untuk menutup punggung jang tidak bertutup, bukan bekerdja hanja sekedar mengisi perut jang lapar, tetapi sebagai manusia lain-lainnja djuga untuk mendapatkan budi pekerti dan pandangan hidup jang lebih tinggi. Baik anak-anaknja jang saudara-saudara didik, maupun ibu bapanja jang telah terlandjur dalam masjarakat jang demikian rupa, tetaplah ada tudjuan bahwa mereka harus sedar akan harga dirinja sebagai manusia.
Mereka bekerdja tidak hanja sekedar untuk menutupi keperluan-keperluan djasmani, bukanlah semata-mata merupakan barang dagangan jang dihargai menurut djam dan dihitung dengan sen, tetapi bekerdja itu bagi mereka, dan bagi kita semua, dapat dilihat sebagai suatu alat untuk mengisi batin, ruhani disamping djasmani, sebagai suatu culturele-functie jang mendjadikan manusia itu lebih dari pada hewan. Djikalau kita sudah mengetahui, bahwa Islam adalah sistem kehidupan, sistem pemetjahan soal hidup jang ada di atas dunia ini, djikalau orang telah merasakan bahwa Islam itu adalah untuk kesempurnaan dunia, untuk kesempurnaan masjarakat dan dapat memberikan djiwa kepada pelbagai aspek dalam soal-soal peri kehidupan, — baik di lapangan pembangunan, baik di lapangan politik, maupun di lapangan sosial —, maka nanti lambat laun orang akan mengerti bahwa Islam adalah suatu ideologi, ja bukan ideologi semata-mata, tetapi djuga adalah suatu falsafah hidup.
Maka djikalau saudara-saudara sudah mulai melangkah kearah demikian, adalah saudara-saudara telah membawa satu risalah, satu missi jang sutji dalam perlumbaan hidup jang begitu menghebat seperti sekarang, Boleh saudara-saudara menganggap bahwa perbuatan itu tidak berarti, akan tetapi kalau dilihat dalam hubungan jang lebih luas, saudara-saudara nanti akan merasakan, bahwa saudara-saudara adalah pradjurit dari suatu pekerdjaan sutji jang menghendaki kepada meniadakan diri, jang menghendaki djiwa jang ichlas dan sutji.
Mudah-mudahan apa jang telah ditjapai dalam setahun jang telah sudah, tjukup mendapat perhatian dari masjarakat, dari madjikan-madjikan dan djawatan-djawatan selandjutnja. Saudara-saudara pandanglah semua pertolongan itu sebagai suatu ni’mat Ilahi jang akan saudara-saudara pergunakan sebaik-baiknja. Djika-lau saudara-saudara terus-menerus melakukan tindakan jang demikian itu dengan tidak mengenal tjapek dan tidak mengenal pajah, insja Allah masjarakat akan membantu apa jang saudara-saudara telah kerdjakan.
Terutama boleh saja njatakan penghormatan saja terhadap saudara-saudara jang telah rela mendjadi guru di daerah-daerah jang demikian itu. Mudah-mudahan saudara akan tjukup kekuatan terus dalam menghadapi pekerdjaan itu, walaupun keadaan saudara susah-sulit, tidak tjukup segala-galanja, dan mungkin saudara-saudara harus bekerdja lebih keras dari pada biasa.
Saudara-saudara adalah guru, seorang jang lain dari pada jang lain. Kalau orang bertanja apakah ustaz dan muballigh itu djawabnja, ustaz itu adalah manusia jang biasanja melakukan pekerdjaannja dengan tidak dibajar. Dibajar hanja dengan “lillahi Ta’ala”, dibajar dengan utjapan alhamdulillah. Djikalau ustaz atau muballigh itu di zaman jang lalu memanggil orang untuk bersama-sama mengerdjakan sesuatu pekerdjaan dan memerlukan kepada alat-alat dan materiil, sering kali ia diberikan djawaban kata-kata jang kata orang lebih baik dari pada sedekah, akan tetapi sjukur masih ada machluk jang demikian, machluk jang melupakan kepentingan dirinja sendiri, tetapi mementingkan apa jang perlu dibawanja kepada umat dengan rasa penuh tanggung-djawab, dan ia bersjukur melihat murid-muridnja berguna bagi masjarakat. Lupa ia akan periuknja di rumah jang belum berisi. Ia telah merasa menerima ni’mat jang paling besar apabila ia dapat melihat muridnja mendjadi manusia jang berharga dalam masjarakat. Itulah jang dianggapnja upah setinggi-tingginja!
Akan tetapi djikalau saudara-saudara telah mengirimkan 43 orang guru dan ustaz ke daerah-daerah itu, di samping mendidik mereka itu dengan sipat guru, haruslah djuga dipikirkan agar djangan dibiarkan mereka mendjadi malaikat terus-menerus. Mereka adalah manusia jang memerlukan kepada keperluan-keperluan sebagai manusia biasa. Ini adalah soal jang harus kita perhatikan benar-benar.
(Pidato M. Natsir dalam Resepsi Konferensi Guru Taman Pendidikan Islam, Medan, tanggal 20 September 1951)
foto: wikipedia
0 komentar:
Posting Komentar