Terima kasih kepada pengunjung blog. Jumlah kunjungan telah melewati 23.000. Nikmati postingan baru setiap Sabtu-Ahad
Home » » Korban Galodo mulai Sakit

Korban Galodo mulai Sakit

Written By Unknown on Minggu, 16 September 2012 | 21.27

Mahyeldi: Ninik Mamak Setujui Relokasi

Padang — Korban ga­lodo (banjir bandang, red) me­ng­hantam kawasan Batubusuk, Kelurahan Lambungbukik, Ke­ca­matan Pauh, Padang Rabu (12/9) lalu, mulai terserang penyakit. Sedikitnya 180 orang mendatangi posko kesehatan yang didirikan PT Semen Pa­dang tak jauh dari lokasi ben­cana. Buruknya sanitasi di pe­ngun­gsian dan cuaca dingin, kian memperburuk kondisi kesehatan korban galodo.

Anggota tim kesehatan di Posko PT Semen Padang, Jon Harfit kepada Padang Ekspres menyebutkan, kebanyakan war­ga menderita sakit batuk, de­mam, flu, reumatik, dan gatal-ga­tal. ”Penyakit ini memang akibat dampak bencana. Selain cua­ca dingin, kebanyakan kor­ban masih tidur di tenda p­eng­u­ngsian,” jelasnya.

Selama di pengungsian, tam­bah Jon, korban sering begadang sampai larut malam sehingga kian menurunkan psikis korban. “Kondisi inilah memperburut kesehatan me­reka, sehingga pen­ya­kit-pen­yakit menular seperti ba­tuk, gatal-gatal dan lainnya de­ngan mudah menyebar,” sebut Jon.  Pantauan Padang Ekspres di tenda pengungsian di Batu­busuk kemarin (15/9), korban galodo masih menempati tenda pengungsian. Sedikitnya ada 33 jiwa yang tinggal di pe­ngu­ngsian, sebanyak 15 di an­tara­nya masih bayi dan balita.

Suasana dalam tenda pe­ngu­ngsian berukuran 4 x 7 meter itu sangat mem­pri­ha­tin­kan. Selain pengap akibat sir­kulasi udara tidak berjalan nor­mal, juga ter­lihat tumpukan pakaian dan ba­rang-barang yang berhasil dise­la­matkan. Rata-rata korban galodo ini terlihat kurang tidur dan masih trauma mengingat musibah yang baru saja mereka alami. 

Di sisi lain, satu alat berat terlihat sedang bekerja me­ngangkut batu-batu besar dari dalam  sungai ke pinggiran sungai.

Sejumlah pekerja terlihat memasang bronjong di kawasan itu untuk menimalisir dampak bencana. Agar air tidak meng­ge­rus tanah.

Sedangkan di jembatan Li­maumanih, dua alat berat ter­lihat membersihkan material ga­lodo dari dalam sungai. Pu­luhan pekerja juga terlihat memasang bronjong. Kondisi serupa terlihat di Kotopanjang, satu alat berat dipergunakan mempercepat pemasangan bronjong. Jem­ba­tan Kotopanjang yang putus saat banjir bandang 24 Juli lalu, saat ini, tengah dalam masa per­bai­kan.

Di Tabiang Bandagadang, kor­ban galodo terlihat mem­bersihkan pakaian dan alat elek­tronik serta belas lumpur dari rumah mereka.

Kerusakan di Hulu

Kemarin (15/9) sekitar pukul 11.00 hingga 13.30, Badan Na­sional Penanggulangan Bencana (BN­PB) bersama Badan Penang­gulangan Bencana Daerah (BP­BD) melakukan pemantauan udara dengan helikopter untuk mengungkap penyebab galodo. Hasil pemantauan menguatkan temuan tim ekspedisi Sekretariat Bersama Pencinta Alam (Sekber PA) Sumbar sebelumnya.

“Seluruh sungai di Padang telah kami pantau, mulai Batang Kandis, Batang Kuranji, Sungai Airdingin, Batang Arau, serta Timbalun. Dari lima sungai itu, ada 10 titik potensi kantong air terbentuk. Lokasinya ada di tiga DAS (Daerah Aliran Sungai),” ujar Kepala BPBD Sumbar, Yazid Fadhi. Pemantauan men­g­gu­na­kan helikopter ini, tambahnya, berlangsung selama dua hari ke depan. 

Dari pantauan udara, imbuh Yazid, terlihat kerusakan di hulu sungai berupa rekahan tanah dan bekas material kayu-kayu besar melintang di badan sungai. Kondisi tersebut mengancam terjadinya galodo di Padang. Kayu-kayu itu terdiri dari bekas longsoran pascagempa 2009 lalu, galodo dan akibat pene­ba­ngan masyarakat. Untuk jangka pendek, material di atas bukit hulu sungai itu harus secepatnya dibersihkan.

“Jika kayu-kayu tak segera dibersihkan, maka penampung air itu bisa jebol ketika curah hujan tinggi. Kondisi ini akan menimbulkan banjir bandang lebih parah lagi,” bebernya. Namun karena cuaca tidak me­mu­ngkinkan, helikopter tidak dapat menjangkau hulu sungai yang ditengarai sumber galodo. “Untuk lokasi yang tidak ter­ja­ngkau, kami akan minta bantuan Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA) untuk men­ge­tahui kondisinya,” ucap­nya.

Selain di Padang, tam­bah­nya, helikopter BNPB itu juga me­mantau kawasan rawan ban­jir dan longsor di Lembah Anai, Sicincin-Malalak, dan Pesisir Selatan. Kepala Pus­da­lops BPBD Sumbar Ade Edwar menam­bahkan, guna me­ng­an­tisipasi risiko berulangnya ga­lodo serta jatuhnya korban jiwa, BPBD memasang CCTV guna me­mo­nitor Batang Ku­ranji. CCTV ditempatkan di gedung Adzkia untuk memantau debit sungai secara real time yang langsung terkoneksi ke Pus­da­lops Pe­nang­gulangan Bencana BP­BD Sumbar.

Selain itu, kata Ade, BNPB juga melakukan analisis pe­ngi­nderaan jauh menggunakan citra satelit guna menganalisis po­tensi longsor. Lalu, pem­bersihan kayu-kayu di hulu sungai dengan membongkar bendungan-bendungan kecil di hulu sungai dengan menge­rahkan 100 personel beserta peralatan. Direncanakan, pem­ber­sihan dilakukan selama tujuh hari dimulai hari ini (16/9).

Lalu, mengaktifkan piket siaga 24 jam di lokasi rawan galodo dengan memberdayakan pemuda dan Kelompok Siaga Bencana (KSB) masyarakat setempat. Untuk jangka pan­jang, Pemprov Sumbar me­rekomendasikan kepada Pemko Padang merelokasi penduduk yang tinggal di sekitar per­bukitan dan aliran sungai Ba­tu­busuk.

Yazid mengatakan, lokasi bermukimnya masyarakat di Batubusuk sangat terjal hingga kemiringan 70 derajat. Lokasi itu tidak layak dijadikan per­mu­kiman. Potensi longsor sangat tinggi. “Jika sudah hujan selama dua jam secara terus-menerus, sangat membahayakan bagi masyarakat di sana,” tuturnya.

Data Relokasi Tuntas Pekan Ini

Rekomendasi relokasi warga yang berdiam di lokasi rawan galodo di Batubusuk, diamini Wa­kil Wali Kota Padang Mah­yeldi Ansharullah. Politisi PKS itu menyatakan, untuk kawasan kampung Bukit Ubi sampai Patamuan, memang wajib dire­lokasi. Hal ini melihat kondisi per­bukitan kawasan tersebut pascalongsor sudah tidak stabil dan masih rawan longsor su­sulan.

“Tidak semua warga Ba­tubusuk kita relokasi, tapi untuk kawasan perkampungan Bukit Ubi sampai Patamuan wajib dipindahkan,” tegasnya usai mengunjungi korban galodo di tenda pengungsian Batubusuk.

Saat ini, tambahnya Mah­yeldi, tim bentukannya sudah mulai melakukan penelitian dan pendataan terhadap kawasan perbukitan yang masih ditem­pati warga Batubusuk. Diya­kin­kannya, pekan ini keputusan nama warga yang akan dipin­dahkan sudah ke luar.

“Pekan ini keputusan itu sudah ke luar. Sebab, saya tadi sudah rapat di masjid beserta ninik mamak dan tokoh masya­rakat Batubusuk. Mereka me­ne­rima rencana baik Pemko Pa­dang untuk merelokasi,” ujar­nya.

Untuk pemindahan warga Batubusuk nantinya, menurut Mahyeldi, pemerintah terlebih dahulu menyiapkan lahan sete­lah itu baru dibangun hu­nian tetap (huntap). Namun, Mah­yeldi belum bisa me­mas­tikan di mana lahan relokasi korban galodo tersebut. “Semua ini dilakukan untuk mengurangi risiko jatuhnya korban jiwa di perkampungan mereka, saat ini sangat rentan terjadi longsor susulan,” katanya.

Soala jembatan gantung Ba­tubusuk, Mahyeldi me­negaskan, akan dibangun permanen. Se­bab, jembatan tersebut satu-satunya akses jalur evakuasi bagi warga Batubusuk. Dananya dianggarkan APBD provinsi. “Saat ini sedang dilakukan pro­ses tender. Jadi, dalam waktu tiga bulan tahun 2012 ini diha­rapkan pengerjaannya selesai,” tuturnya.

Mantan Wakil Ketua DPRD Sumbar itu mengharapkan du­kungan masyarakat selama pro­ses pembangunan jembatan. “Semua pemuda dan warga boleh ikut bekerja. Nantinya, semua itu akan kita hargai. Kita sangat mengharapkan jangan ada protes dari pihak mana pun terkait pembangunan jembatan ini. Jika ada tanah warga ter­pa­kai, harap direlakan karena semua ini demi kepentingan dan ke­selamatan bersama,” ha­rapnya.

Buka Perkebunan

Di sisi lain, Ketua RW 03 Batubusuk Marial mengakui bahwa warganya memang ada membuka lahan perkebunan di beberapa kawasan perbukitan. Namun, itu semua hanya untuk kebutuhan hidup sehari-hari dan membiayai pendidikan anak.

“Tidak ada illegal logging. Yang ada hanya beberapa ka­wa­san perbukitan diolah menjadi lahan perkebunan, seperti ta­na­man palawija, cokelat dan karet. Sebab, di semua titik longsor tidak ada kawasan hutan,” te­gasnya.

Apabila warga tidak ber­ke­bun, kata Marial, dengan apa mereka membiayai sekolah anaknya sampai tamat kuliah. “Mereka melarang kami ber­ke­bun, memangnya mau mem­bia­yai anak-anak kami sekolah sampai tamat kuliah,” ujarnya.

Galodo di Batubusuk, me­nu­rut Marial, berawal dari gempa 2009 lalu yang memicu ban­yaknya tanah merenggang di perbukitan. Ketika hujan deras, maka air masuk ke sela-sela rongga tanah dan bebatuan sehingga memicu galodo.

“Informasi ini sudah lama saya terima dari warga yang biasa memikek burung. Mereka melihat banyak batu besar di lereng perbukitan yang sudah merenggang. Tanah pun banyak juga yang merekah,” katanya. (mg14/ayu/mg19)

Padang Ekspres 15 September 2012
Share this article :

0 komentar:

Posting Komentar


 
Support : Creating Website | Johny Template | Maskolis | Johny Portal | Johny Magazine | Johny News | Johny Demosite
Copyright © 2011-2013. PKS Lubeg - All Rights Reserved - Email: pkslubeg@yahoo.com
Template Modify by Creating Website Inspired Wordpress Hack
Proudly powered by Blogger