Padang, Padek—Bank
Indonesia (BI) optimistis tahun 2013 perekonomian Sumbar bisa tumbuh
mencapai 6,5 persen. Optimisme itu didorong permintaan domestik yang
tumbuh, dan kinerja ekspor naik seiring prospek harga komoditas yang
terus membaik.
Meski lebih rendah dari proyeksi
nasional 6,7 persen, tapi perkiraan BI itu menunjukkan ekonomi ranah
Minang terus menunjukkan tren naik. Bahkan melampaui pertumbuhan
ekonomi Sumbar tahun 2008, sebelum gempa 30 September 2009, sebesar
6,36 persen.
Ekonomi Sumbar sempat terpuruk usai
gempa tahun 2009, ke tingkat 4,28 persen. Namun, kemudian naik pesat di
tahun 2010 hingga 5,93 persen, dan kian memperlihatkan tren positif di
tahun 2011 dengan pertumbuhan 6,22 persen dan triwulan III-2012 sebesar
6,8 persen.
“Secara keseluruhan kami meyakini
pertumbuhan ekonomi Sumbar bisa mencapai 6,5 persen,” kata Deputi
Perwakilan Bank Indonesia wilayah VIII, Emil Akbar pada Pertemuan
Tahunan dengan Perbankan di Gedung Nantongga BI Padang, kemarin.
Emil memberikan gambaran pertumbuhan
ekonomi Sumbar hingga triwulan III 2012 tumbuh mencapai 6,8 persen,
lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya 6,4 persen.
“Pertumbuhan tersebut berada di atas perkiraan Bank Indonesia yang
memproyeksikan 6 persen,” ungkap Emil.
Emir mengatakan, meningkatnya
pertumbuhan ekonomi Sumbar seiring maraknya aktivitas ekonomi
masyarakat, terutama tingkat konsumsi yang meningkat terkait puasa
dan perayaan lebaran.
Dari sisi permintaan, konsumsi rumah
tangga menjadi penopang utama pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan
konsumsi rumah tangga tumbuh 5,2 persen, meningkat dibandingkan
triwulan sebelumnya yang tumbuh 4,5 persen.
Dari sisi penawaran, tingginya
permintaan dan konsumsi rumah tangga mendorong peningkatan
pertumbuhan sektor-sektor ekonomi lainnya. Sektor industri pengolahan
tumbuh meningkat seiring upaya peningkatan kapasitas produksi untuk
pemenuhan permintaan dan konsumsi masyarakat yang meningkat.
Perayaan lebaran juga berdampak positif pada peningkatan pertumbuhan
sektor perdagangan, hotel dan restoran; sektor transportasi dan
komunikasi; hingga sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan.
“Untuk konsumsi pemerintah tertahan di triwulan III-2012 sebesar 0,6
persen,” katanya.
Sedangkan investasi sendiri, sebutnya,
lebih lambat 7,9 persen, dibanding sebelumnya tumbuh 10,4 persen.
“Untuk ekspor sendiri membaik mencapai 6,3 persen. Ini didukung
perdagangan antardaerah yang marak. Termasuk pertumbuhan impor
Sumbar yang masih tumbuh 10,8 persen,” katanya.
Dari sisi inflasi, kata Emil, pada
triwulan III-2012 tercatat 4,7 persen, cenderung menurun dibandingkan
triwulan sebelumnya yang tercatat 7,34 persen. BI sendiri
memproyeksikan inflasi Sumbar secara keseluruhan pada kisaran 5,2
persen sekitar 1 persen. “Untuk itu perlu dilakukan koordinasi dan
harmonisasi kebijakan antara pemerintah pusat dan daerah. Kepada
gubernur Sumbar, kami mengimbau agar segera membentuk tim
pengendalian inflasi daerah (TPID) di kabupaten dan kota di Sumbar,”
imbau Emil.
Kinerja Perbankan Positif
Emil mengatakan, sejalan dengan
pertumbuhan ekonomi Sumbar, kinerja perbankan di Sumbar hingga
triwulan III 2012 menunjukkan perkembangan positif. “Pertumbuhan aset
bank umum secara year-on-year (yoy) mampu mencapai 19,0
persen, dan pertumbuhan kredit mencapai 16,2 persen. Sementara
pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) bank umum di Sumbar juga tetap
mengalami pertumbuhan positif 7,6 persen,” sebutnya.
Intermediasi bank umum, kata Emil, juga berjalan dengan baik, dan kualitas kredit yang disalurkan pun terjaga. Loan-to-deposit ratio (LDR)
Bank Umum di Sumbar triwulan III mencapai 134 persen, relatif lebih
tinggi dibandingkan triwulan sama tahun sebelumnya 129,6 persen.
“Dengan tingginya LDR yang berlangsung terus-menerus menunjukkan fokus
bank umum Sumbar lebih ke arah financing (pembiayaan) dibandingkan funding (pendanaan),” ujar Emil.
Untuk kualitas kredit yang disalurkan masih terjaga dengan Non-Performing Loan (NPL)
masih berada di bawah batas maksimum yang ditetapkan BI 5 persen.
“Pada triwulan III NPL bank umum 2,26 persen, menurun dibandingkan
periode sama tahun sebelumnya 2,39 persen,” ujarnya.
Begitu pula dengan perbankan syariah,
yang menunjukkan perkembangan agresif di Sumbar. Posisi sementara di
triwulan III tahun 2012, aset bank syariah tumbuh 38,5 persen. Bank
syariah juga mampu meningkatkan penyaluran pembiayaan hingga mencapai
36,4 persen.
Industri perbankan ini, untuk 2013
perlu terus didorong memperkuat ketahanan, efisiensi dan peranan
dalam intermediasi. “Termasuk penguatan intermediasi perluasan akses
kepada masyarakat ke layanan jasa perbankan dengan biaya terjangkau
melalui program inklusif,” ucap Emil.
BI akan memperluas akses layanan
perbankan dengan cara non-konvensional melalui pemanfaatan teknologi
informasi, telekomunikasi, dan kerja sama keagenan (branchless banking)
pada 2013. “Dengan layanan tersebut, perbankan akan dapat menjangkau
seluruh lapisan masyarakat tanpa perlu menghadirkan fisik kantor bank
itu sendiri,” harapnya.
Optimalkan Kelas Menengah
Emil juga memandang perlu
mengoptimalkan kekuatan-kekuatan masyarakat kelas menengah melalui
upaya percepatan lahirnya wirausaha baru. “Bank Indonesia juga tengah
merancang skim kredit bagi wirausaha pemula. Apalagi pertumbuhan
kredit UMKM Sumbar saat triwulan III tumbuh 16,2 persen,”
ungkapnya. Dari sisi porsi kredit UMKM dibanding total kredit secara
keseluruhanpada triwulan III-2012 sebesar 29,8 persen. “Kondisi ini
sedikit lebih kecil dibanding porsi pada triwulan yang sama tahun
sebelumnya tercatat 30,4 persen,” katanya. Sementara, pemateri
dari Chief Economist The Indonesia Economic Inteligence, Sunarsip mengatakan faktor kunci dan potensi dari pertumbuhan perekonomian berkesinambungan dan inklusif, di antaranya sustainability growth dengan
mengefektifkan daya dorong fiskal dan moneter. Selanjutnya
memperbaiki sektor kinerja lemah. Di antaranya sektor pertanian,
sektor manufaktur dan sektor pertambangan.
Selain itu inclusive growth meningkatkan
kesejahteraan sosial dengan cara menurunkan tingkat kemiskinan.
Lalu, menurunkan tingkat pengangguran dan meningkatkan pembangunan
manusia menuju Milenium Development Goals (MDGs).
“Perekonomian di Indonesia bisa tumbuh
mencapai angka 7 persen. Untuk mencapai itu, harus terpenuhinya
persyaratan dari faktor kunci tersebut dan sinergitas antara
akumulasi kapital dan produktifitas,” ujarnya.
Sunarsip menyarankan ketika
perekonomian dunia sedang lesu saat ini, Indonesia dan daerah bisa
lebih konsen kepada perekonomian domestik sehingga sustainable.
“Selanjutnya perekonomian dengan biaya tinggi harus lebih ditekan
dengan memperhatikan sektor riil, sektor pemerintahan dan sektor
perbankan,” sarannya.
Sentra Energi Nasional
Sementara itu, Guru Besar Corporate
Governance Fakultas Ekonomi Unand, Niki Lukviarman yang jadi
pembicara dalam pertemuan itu menyarankan, untuk menuju
pertumbuhan daerah berkesinambungan, Sumbar harus memanfaatkan
peluang yang mendukung pertumbuhan ekonomi.
Di antaranya eksplorasi geothermal
(sumber panas bumi) di Pasaman dan Solok sebagai sumber energi
Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTPB) yang sedang melalui
proses lelang. “Ini merupakan langkah awal pengembangan sub sektor
gas. Dengan perencanaan serta pengelolaan secara benar akan berpotensi
menjadikan Sumbar sebagai sentra energi listrik nasional di wilayah
Sumatera,” ucapnya.
Tantangannya, kata Niki, lokasi potensi
di hutan lindung yang memerlukan memoratorium fungsi hutan tersebut.
Selanjutnya belum ada kesepakatan dan aturan terkait harga jual
listrik dengan PLN. “Belum tersedianya infrastruktur yang mendukung
hasil eksplorasi dengan nilai investasi yang besar,” ujarnya. Peluang
lain, mendukung pembenahan kapasitas Teluk Bayur oleh PT Pelindo
dengan biaya investasi mencapai Rp 1,7 triliun. “Ini upaya antisipasi
pasar bebas ASEAN tahun 2015. Dengan melakukan peningkatan daya
tampung peti kemas menjadi 150.000 unit, dan dermaga bongkar muat
akan meningkatkan peran dan fungsi pelabuhan sebagai pintu masuk
perdagangan Sumbar,” sarannya. Lalu tidak menyia-nyiakan peluang
investasi PT Nusatama Infrastruktur yang berminat membangun jalan tol
Sumbar-Riau dengan dana peminjaman dari the ASEAN Foundation.
Peluang terakhir, mengurangi potensi
konflik terkait keberadaan tanah ulayat dalam kegiatan investasi di
Sumbar. Untuk itu, Gubernur Sumbar telah mengeluarkan Peraturan
Gubernur No 21 Tahun 2012 tentang Tata Cara Pemanfaatan Tanah Ulayat
untuk Penanaman Modal. (w/ril)
Padang Ekspres29 November 2012
0 komentar:
Posting Komentar