Sangat gemar buku. Ahli ilmu. Hadir di majlis-majlis ilmu. Mendatangkan
buku-buku ke Andalus. Membuka lembaga-lembaga pendidikan dan
perpustakaan-perpustakaan umum. Rela mengeluarkan 1000 dinar hanya untuk
satu buku yang harus dimilikinya. Hingga ia menjadi seorang ahli ilmu
besar. Dan digelari: 'Asyiq Al Kutub (Pecinta buku).
Begitulah kebiasaan mulia yang dilakukan oleh Al Hakam putra Abdurahman
An Nashir (penguasa hebat Andalus selama 50 tahun). Al Hakam kelak
melanjutkan kepemimpinan ayahnya setelah ayahnya wafat tahun 350 H/961M.
Ia berhasil melanjutkan kehebatan ayahnya. Ia menempuh jalan yang
ditempuh oleh ayahnya. Ia sehebat ayahnya. 15 tahun ia memimpin Andalus
dengan sangat luar biasa. Seperti ayahnya.
Di masa kepemimpinannya, ia meluaskan masjid raya Cordova Al Jami' Al
Kabir. Karena masjid raya ini adalah merupakan simbol kebesaran Islam di
ibukota Andalus. Dan merupakan pusat kegiatan masyarakat dan salah satu
pusat ilmu terbesar di dunia di samping Baghdad.
Singkat kisah, perluasan itu pun selesai. Dan tentu, masjid raya menjadi
semakin megah dan mampu menampung lebih banyak muslimin yang datang
untuk kebaikan. Yang terbayang oleh Al Hakam pasti kenyamanan masyarakat
akan bertambah, mereka semakin senang dan nyaman untuk pergi ke masjid.
Tetapi nyatanya tidak. Ada yang mengejutkan Al Hakam. Masyarakat justru
terlihat tidak mau datang ke masjid setelah perluasannya. Hal ini
membuat Al Hakam sangat kaget dan mencoba mencari informasi penyebab
masyarakat malah menjauh dari masjid setelah dibuat lebih lebar dan
nyaman. Aneh.....
Al Hakam memanggil para staf ahlinya. "Apa sebabnya?" tanya Al Hakam
keheranan.
Para staf ahlinya mengabarkan, "Telah tersebar di masyarakat bahwa anda
meluaskan masjid raya dengan harta haram!"
Bak petir, berita itu menyambar menyayat hati Al Hakam.
Maka ia segera memanggil para ulama dan tokoh masyarakat se antero
Cordova. Mereka dikumpulkan oleh Al Hakam.
Setelah mereka semua kumpul, Al Hakam bersumpah demi Allah bahwa tidak
ada sedikit pun harta haram yang digunakan untuk membangun masjid raya.
Sama sekali tidak. Kemudian ia menjelaskan sumber pendanaannya, yaitu
seperlima ghanimah-ghanimah yang telah dimasukkan ke Baitul Mal.
Setelah pertemuan itu, masyarakat kembali berduyun-duyun datang dan
menikmati suguhan ilmu dan ruhiyah di masjid raya kebanggaan muslimin
itu. (Lihat: Al Andalus At Tarikh Al Mushowwar h. 207)
DR. Thoriq As Suwaidan penulis buku tersebut memberikan komentar singkat
tetapi menusuk hingga dasar hati kita semua,
"Itulah Taqwa. Yang melahirkan rasa sensitif untuk berhati-hati tidak
mengambil kecuali yang halal, pada segala sesuatu. Apakah ini akan
kembali di masyarakat kita? Dan bisa berbuat banyak dalam kehidupan
kita?"
Melihat kisah di atas, lisan menjadi kelu tak mampu berkata-kata. Jari
menjadi kaku seketika sulit digerakkan untuk sekadar menuliskan kesan.
Hati berdegup keras membandingkan.
Allah Akbar!!
Sebuah masyarakat besar sepakat untuk tidak mengambil kecuali yang
halal. Sepakat untuk menjauhi yang haram. Bahkan itu fasilitas untuk
mereka sekalipun. Bahkan itu ditawarkan oleh para pemimpin negeri mereka
sekalipun.
Masyarakat yang memaksa pemimpinnya untuk berhati-hati. Masyarakat yang
mengawal pemimpinnya untuk bertindak yang halal saja. Masyarakat yang
tidak takut kekurangan dengan rizki yang halal. Masyarakat yang tidak
bisa dibeli oleh harta para penguasa dan pengusaha.
Ya. Masyarakat yang memiliki izzah. Masyarakat yang punya Allah.
Hanya mengambil yang halal!
Dan itulah salah satu kunci yang akan membuat Allah membagi izzah Nya
untuk kita semua.
Membersihkan dan menjauh dari yang haram!
Dan itulah generasi yang akan terjauh dari kehinaan dan kerendahan yang
disebabkan oleh dunia.
Tak ada berbagai alasan dan dalih yang disebar merata di masyarakat
untuk mengambil yang haram. Karena mereka tak hanya punya ilmu. Tapi
juga punya iman. Mereka tak hanya punya keyakinan tapi juga punya
keberanian. Berani untuk menyampaikan keyakinan dan berjalan di atas
jalurnya.
Saat itulah, keluarga-keluarga muslim berlomba melahirkan generasi
sebanyak dan sehebat mungkin. Saat itulah, hampir tak ada orangtua yang
khawatir peradaban kafir mempengaruhi anak-anak mereka. Saat itulah,
yang ada adalah mempengaruhi dan mengarahkan dunia.
Inilah kisah izzah muslimin. Dan masih banyak sekali kisah-kisah semisal
ini.
Generasi penuh izzah.
Bukan generasi imma'ah.
parentingnabawiyah.com
buku-buku ke Andalus. Membuka lembaga-lembaga pendidikan dan
perpustakaan-perpustakaan umum. Rela mengeluarkan 1000 dinar hanya untuk
satu buku yang harus dimilikinya. Hingga ia menjadi seorang ahli ilmu
besar. Dan digelari: 'Asyiq Al Kutub (Pecinta buku).
Begitulah kebiasaan mulia yang dilakukan oleh Al Hakam putra Abdurahman
An Nashir (penguasa hebat Andalus selama 50 tahun). Al Hakam kelak
melanjutkan kepemimpinan ayahnya setelah ayahnya wafat tahun 350 H/961M.
Ia berhasil melanjutkan kehebatan ayahnya. Ia menempuh jalan yang
ditempuh oleh ayahnya. Ia sehebat ayahnya. 15 tahun ia memimpin Andalus
dengan sangat luar biasa. Seperti ayahnya.
Di masa kepemimpinannya, ia meluaskan masjid raya Cordova Al Jami' Al
Kabir. Karena masjid raya ini adalah merupakan simbol kebesaran Islam di
ibukota Andalus. Dan merupakan pusat kegiatan masyarakat dan salah satu
pusat ilmu terbesar di dunia di samping Baghdad.
Singkat kisah, perluasan itu pun selesai. Dan tentu, masjid raya menjadi
semakin megah dan mampu menampung lebih banyak muslimin yang datang
untuk kebaikan. Yang terbayang oleh Al Hakam pasti kenyamanan masyarakat
akan bertambah, mereka semakin senang dan nyaman untuk pergi ke masjid.
Tetapi nyatanya tidak. Ada yang mengejutkan Al Hakam. Masyarakat justru
terlihat tidak mau datang ke masjid setelah perluasannya. Hal ini
membuat Al Hakam sangat kaget dan mencoba mencari informasi penyebab
masyarakat malah menjauh dari masjid setelah dibuat lebih lebar dan
nyaman. Aneh.....
Al Hakam memanggil para staf ahlinya. "Apa sebabnya?" tanya Al Hakam
keheranan.
Para staf ahlinya mengabarkan, "Telah tersebar di masyarakat bahwa anda
meluaskan masjid raya dengan harta haram!"
Bak petir, berita itu menyambar menyayat hati Al Hakam.
Maka ia segera memanggil para ulama dan tokoh masyarakat se antero
Cordova. Mereka dikumpulkan oleh Al Hakam.
Setelah mereka semua kumpul, Al Hakam bersumpah demi Allah bahwa tidak
ada sedikit pun harta haram yang digunakan untuk membangun masjid raya.
Sama sekali tidak. Kemudian ia menjelaskan sumber pendanaannya, yaitu
seperlima ghanimah-ghanimah yang telah dimasukkan ke Baitul Mal.
Setelah pertemuan itu, masyarakat kembali berduyun-duyun datang dan
menikmati suguhan ilmu dan ruhiyah di masjid raya kebanggaan muslimin
itu. (Lihat: Al Andalus At Tarikh Al Mushowwar h. 207)
DR. Thoriq As Suwaidan penulis buku tersebut memberikan komentar singkat
tetapi menusuk hingga dasar hati kita semua,
"Itulah Taqwa. Yang melahirkan rasa sensitif untuk berhati-hati tidak
mengambil kecuali yang halal, pada segala sesuatu. Apakah ini akan
kembali di masyarakat kita? Dan bisa berbuat banyak dalam kehidupan
kita?"
Melihat kisah di atas, lisan menjadi kelu tak mampu berkata-kata. Jari
menjadi kaku seketika sulit digerakkan untuk sekadar menuliskan kesan.
Hati berdegup keras membandingkan.
Allah Akbar!!
Sebuah masyarakat besar sepakat untuk tidak mengambil kecuali yang
halal. Sepakat untuk menjauhi yang haram. Bahkan itu fasilitas untuk
mereka sekalipun. Bahkan itu ditawarkan oleh para pemimpin negeri mereka
sekalipun.
Masyarakat yang memaksa pemimpinnya untuk berhati-hati. Masyarakat yang
mengawal pemimpinnya untuk bertindak yang halal saja. Masyarakat yang
tidak takut kekurangan dengan rizki yang halal. Masyarakat yang tidak
bisa dibeli oleh harta para penguasa dan pengusaha.
Ya. Masyarakat yang memiliki izzah. Masyarakat yang punya Allah.
Hanya mengambil yang halal!
Dan itulah salah satu kunci yang akan membuat Allah membagi izzah Nya
untuk kita semua.
Membersihkan dan menjauh dari yang haram!
Dan itulah generasi yang akan terjauh dari kehinaan dan kerendahan yang
disebabkan oleh dunia.
Tak ada berbagai alasan dan dalih yang disebar merata di masyarakat
untuk mengambil yang haram. Karena mereka tak hanya punya ilmu. Tapi
juga punya iman. Mereka tak hanya punya keyakinan tapi juga punya
keberanian. Berani untuk menyampaikan keyakinan dan berjalan di atas
jalurnya.
Saat itulah, keluarga-keluarga muslim berlomba melahirkan generasi
sebanyak dan sehebat mungkin. Saat itulah, hampir tak ada orangtua yang
khawatir peradaban kafir mempengaruhi anak-anak mereka. Saat itulah,
yang ada adalah mempengaruhi dan mengarahkan dunia.
Inilah kisah izzah muslimin. Dan masih banyak sekali kisah-kisah semisal
ini.
Generasi penuh izzah.
Bukan generasi imma'ah.
parentingnabawiyah.com
0 komentar:
Posting Komentar