JAKARTA—Komisi V DPR RI meminta PT KAI mempertimbangkan
rencana penghapusan KRL ekonomi Jabodetabek karena penghapusan KRL ekonomi merupakan kewenangan
pemerintah, bukan PT KAI. Disisi lain, penghapusan KRL ekonomi harus
mempertimbangkan kondisi perekonomian dan daya beli masyarakat.
Ketua Kelompok Fraksi (Kapoksi) FPKS Komisi V DPR RI
Sigit Sosiantomo mengungkapkan hal itu menyusul aksi pemblokiran stasiun Bekasi
oleh pengguna KRL yang menolak rencana penghapusan KRL ekonomi menjadi single
class per 1 April mendatang.
“Komisi V memang mendukung rencana PT KAI untuk melakukan
upaya untuk meningkatkan kualitas layanan, salah satunya dengan upaya
penggantian KRL ekonomi menjadi KRL ekonomi AC. Tapi, kebijakan itu harus tetap
mempertimbangkan daya beli masyarakat. Kalau masih banyak masyarakat yang tidak
mampu dengan tariff single class yang akan diterapkan, ya harus ditunda.” Kata Sigit.
Di sisi lain, Sigit
juga menilai penghapusan KRL ekonomi menjadi single class melanggar UU No.23/tahun
2007 tentang Perkeretaapian. PT KAI tidak bisa menghapus KRL ekonomi karena
kewenangan penghapusan KRL ekonomi ada di pemerintah sebagaimana diatur dalam
pasal 152. Selama masyarakat belum
mampu, maka kelas ekonomi harus tetap ada sebagai bentuk pelayanan publik.
“Keberadaan
kereta api (KA) ekonomi merupakan tugas pemerintah menyediakan sarana untuk
masyarakat kelas bawah sebagaimana diamanatkan pasal 152 dan 153 UU No,23/2007.
Dengan demikian, yang bisa mencabut keberadaan KA kelas ekonomi hanyalah
pemerintah.” Kata Sigit.
Jika pemerintah ingin
menghapuskan kelas ekonomi, kata Sigit, harus ada dasar yang jelas dan survey
yang mendukung bahwa masyarakat sudah mampu membayar tarif yang ditetapkan oleh
penyelenggara sarana kereta api.
Dalam kesempatan itu,
Sigit juga menyampaikan kritik terkait pelayanan PT KAI yang belum memuaskan
sebagian besar pengguna jasa transportasi public itu. Sebagai contoh, soal
keterlambatan dan perbedaan pelayanan antara kelas ekonomi dan bisnis/eksekutif.
“Saya banyak mendapat
laporan dari pengguna kereta mengenai layanan PT KAI yang diskriminatif antara
kelas ekonomi dengan kelas bisnis/eksekutif.
Mulai dari soal ketepatan waktu pemberangkatan sampai Prasarana(ruang tunggu,
fasilitas umum dan akses masuk)yang sangat berbeda. Seperti penumpang bisnis ekskutif di Stasiun Gubeng Baru sementara
penumpang ekonomi di Stasiun Gubeng lama dimana sarana dan prasarananya distasiun gubeng lama tidak
layak untuk jumlah penumpang yang ada.” Kata Sigit.
Untuk itu, Sigit
meminta agar PT KAI tidak lagi membeda-bedakan pelayanan karena untuk kelas
ekonomi pemerintah sudah membayar melalui PSO. “Standar Pelayanan Minimal (SPM)
juga harus dipenuhi untuk pelayanan di kelas ekonomi sebagaimana diatur dalam
UU,” kata Sigit.
fpksdprri
0 komentar:
Posting Komentar