JAKARTA—Untuk
mengatasi kemungkinan kenaikan tarif penerbangan haji akibat kenaikan harga
avtur, Komisi VIII meminta pemerintah untuk memberikan subsidi pada setiap
calon jemaah haji (calhaj) dengan menggunakan dana indirect cost.
Anggota
Komisi VIII DPR RI KH Abdul Hakim
mengungkapkan hal tersebut, Kamis (5-4). Menurut Hakim, penggunaan dana
indirect cost untuk menutupi kenaikan tarif pesawat sudah selayaknya dilakukan
Kementerian Agama (Kemenag) karena sudah diatur dalam UU No.13 tahun 2008
tentang Penyelenggaraan Ibadah haji.
“Kemungkinan
kenaikan tarif penerbangan bisa saja terjadi karena kenaikan harga avtur. Tapi,
itu tidak serta merta harus diikuti dengan kenaikan ongkos haji. Pemerintah
bisa memanfaatkan dana indirect cost untuk memberikan subsidi pada calhaj. Calhaj
harus mendapatkan manfaat dari pengendapan setoran awal BPIH yang sudah mereka
setorkan kepada pemerintah dan sekaranglah saatnya untuk memberikan manfaat
dari pengendapan setoran awal itu,” kata Abdul Hakim yang juga sekretaris Fraksi
PKS DPR RI.
Pemberian
subsidi lewat pemanfaatan dana indirect cost tersebut, kata Hakim, sangat
dimungkinkan karena pasal 23 ayat (2) dan pasal 21 ayat (2) UU No. 13 tahun
2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji mengamanatkan hal tersebut.
“Pasal
21 secara tegas mengatur bahwa BPIH digunakan untuk keperluan biaya
penyelenggaraan haji. Dan pasal 23 ayat (2) menyebutkan bahwa nilai pemanfaatan
BPIH harus digunakan langsung untuk membiayai belanja operasional
penyelenggaraan ibadah haji.” Kata Hakim.
Dengan
demikian, kata Hakim, harus ada bagian hasil investasi setoran awal BPIH
(indirest cost) yang dikembalikan kepada calhaj dalam bentuk pengurangan direct
cost BPIH, dimana salah satu komponennya adalah biaya penerbangan.
Menurut
Hakim, selama ini pemanfaatan nilai setoran awal tidak sepenuhnya dinikmati
oleh calhaj karena sebagian besar untuk membiayai operasional petugas haji, rapat-rapat
koordinasi, pemeliharaan wisma haji dan lain-lain yang seharusnya dianggarkan
dalam APBN/APBD.
“Pemanfaatan
hasil optimalisasi setoran awal haji (indirect cost BPIH) sangat rentan
penyimpangan dan belum sepenuhnya dirasakan manfaatnya oleh jemaah. Padahal ini
adalah uang jemaah haji yang dikumpulkan di rekening Mentri Agama. Karena itu,
kami meminta agar nilai pemanfaatan indirect
cost ini kembali ke jemaah haji sebagaimana diatur UU No.13 tahun 2008,” kata
Hakim.
Stop Monopoli
Selain
mendesak pemerintah untuk memberikan subsidi pada calhaj dengan memanfaatkan
dana indirect cost, Hakim juga meminta agar tidak ada lagi monopoli angkutan
jemaah haji. Praktek monopoli angkutan haji yang selama ini dilaksanakan oleh
PT Garuda Indonesia tidak hanya merugikan calhaj karena tidak bisa mendapatkan
tarif yang murah, juga bertentangan dengan UU No.1 tahun 2009 tentang
Penerbangan.
Menurut
Hakim, monopoli pengadaan angkutan jemaah haji oleh Garuda melalui penunjukan
langsung oleh Menteria Agama merugikan calon jemaah haji. Dengan penunjukan
langsung tanpa proses lelang umum, tarif penerbangan yang harus dibayar jemaah
berpotensi lebih mahal karena tidak adanya harga pembanding atas pengajuan
kontrak penawaran transportasi udara yang selama ini ditunjuk oleh Menag. Jika
proses pengadaan pesawat pengangkut calon jemaah haji dilakukan melalui proses
lelang terbuka, harga dan pelayanan penerbangan haji akan menjadi lebih
kompetitif.
“Selama ini
pelayanan pemberangkatan haji dimonopoli oleh PT Garuda Indonesia. Hal ini
bertentangan dengan UU No. 1 tahun 2009 tentang Penerbangan yang secara tegas
melarang praktek monopoli dalam penyelenggaraan penerbangan. Disisi lain,
penunjukan langsung untuk pengadaan pesawat haji ini juga bertentangan dengan
Perpres No. 54 tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa,” kata politisi
asal Lampung itu.
0 komentar:
Posting Komentar