Oleh Irwan Prayitno
Apakah pemerataan ekonomi bisa dilaksanakan dan ekonomi masyarakat bisa ditingkatkan? Pertanyaan itu sering mencuat. Bisakah ekonomi masyarakat Sumatra Barat meningkat beberapa tahun mendatang?
Pemerataan ekonomi bukan masalah gampang, melaksanakan ekonomi kerakyatan dan berkeadilan tak semudah mengucapkannya. Tapi di Sumatra Barat konsep tersebut tak sekadar slogan, tapi telah dilaksanakan secara ril di lapangan dan ditetapkan secara rutin dalam Anggaran dan Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Pekerjaan membangun Sumatra Barat cukup menantang. Kendala menggulirkan pembangunan periode lima tahun ke depan (2010 – 2015) berawal dari kondisi yang sangat memprihatinkan pascagempa 30 September 2009. Padang, sebagai ibukota nyaris lumpuh total. Hampir semua bangunan kantor pemerintah hancur dan rata dengan tanah, begitu juga sentra-sentra kegiatan ekonomi, sekolah, rumah ibadah dan rumah penduduk juga ikut porak-poranda. Padang, Pariaman, Padang Pariaman, Agam, serta Pasaman Barat mengalami kerusakan terparah akibat gempa.
Kendala lain, Sumatra Barat bukanlah daerah kaya minyak seperti provinsi lain maupun kaya bahan tambang seperti batu bara, emas dan sebagainya. Industri juga tak bertumbuh pesat di sini. Sekitar 60 persen penduduk mengandalkan mata pencaharian di sektor pertanian, perikanan dan perdagangan (UMKM).
Lalu dengan segala keterbatasan yang ada, apa yang bisa dilakukan?
Pekerjaan pertama pada awal periode tersebut, membangun kembali puing-puing yang tersisa akibat gempa. Alhamdulillah berkat keseriusan pemerintah pusat dan juga kerja keras pemerintah daerah bersama masyarakat, serta bantuan dari pihak ketiga, masalah ini bisa teratasi. Bangunan yang sebelumnya roboh dan datar dengan tanah kembali dibangun dan berdiri kokoh. Bangunan yang lama telah berganti dengan yang baru.
Masyarakat tak boleh putus asa, bencana bisa terjadi kapan saja dan di mana saja, namun yang paling penting, bagaimana mengantisipasi dan menghindari risiko bencana tersebut. Semua yang terjadi pasti ada hikmahnya. Spirit masyarakat digenjot sehingga tidak larut dalam kesedihan, Sumbar harus bangkit. Kini, kurang dari tiga tahun setelah gempa, Sumatra Barat telah pulih kembali, baik secara fisik maupun mental. Dalam hal ini Sumatra Barat mendapat apresiasi dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) sebagai daerah terbaik dalam penanggulangan bencana dan sejumlah pakar gempa asal Jepang juga mengacungkan jempol karena dalam waktu yang relatif singkat, kembali normal.
Upaya selanjutnya adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat, sesuai dengan visi pemerintah daerah (Pemda) 2010 -2015 yaitu : “mewujudkan masyarakat madani, sejahtera dan bermartabat.” Karena sekitar 60 persen masyarakat berada di sektor pertanian, perikanan dan UMKM, maka fokus pembangunan akan diarahkan ke kelompok mayoritas masyarakat tersebut.
Untuk mewujudkan cita-cita itu maka Pemprov melakukan percepatan pembangunan dengan membentuk enam tim gerakan terpadu, yaitu:
1. Tim Gerakan Terpadu Gerakan Pensejahteraan Petani (GPP) diketuai oleh Kadis Pertanian Tanaman Pangan.
2. Tim Gerakan Terpadu Pengembangan Koperasi, Usaha Kecil dan Usaha Perdagangan diketuai oleh Kadis Koperindag.
3. Tim Gerakan Terpadu Pemberdayaan Fakir Miskin diketuai oleh Ka. Badan Pemberdayaan Masyarakat.
4. Tim Gerakan Terpadu Pelestarian dan Aplikasi Adat Basandi Sarak, Sarak Basandi Kitabullah (ABS-SBK) diketuai Ka. Biro Binsos.
5. Tim gerakan Terpadu Pengembangan SDM. diketuai oleh Ka. Disdikpora.
6. Tim Gerakan Terpadu Reformasi Birokrasi, diketuai oleh Ka. Biro Organisasi
7. Tim Gerakan Terpadu Pensejahteraan Masyarakat Pesisir dan Nelayan diketuai oleh Kadis Kelautan dan Perikanan
Gerakan Pesejahteraan Petani (GPP) memiliki dampak yang cukup besar, karena sekitar 50 persen penduduk bekerja di sektor pertanian. Program GPP dilaksanakan atas sinergi Dinas Pertanian Tanaman Pangan, Dinas Peternakan dan Dinas Kehutanan.
Latar belakang pelaksanaan GPP, luas lahan pertanian milik masyarakat rata-rata hanya 0,3 hektar per KK dan rata-rata jam kerja petani adalah 3 jam per hari. Berdasarkan hasil analisa, jam kerja petani tersebut bisa ditingkatkan dan lahan pertanian milik petani yang terbatas bisa dioptimalkan dengan intensifikasi dan diversifikasi usaha (mix farming). Petani yang dulu hanya bertani padi sawah difasilitasi untuk melakukan pertanian campuran dengan tambahan kolam ikan, ternak itik, ayam, kambing atau sapi. Sedangkan lahan atau pekarangan yang kosong ditanami kakao, kelapa atau tanaman lain.
Dengan usaha mix farming lahan pertanian yang terbatas bisa dimanfaatkan lebih optimal dan jam kerja petani juga meningkat. Jika hal ini dikerjakan dengan kerja keras dan bersungguh-sungguh, pasti akan membuahkan hasil dan pendapatan petani akan meningkat. Jika pendapatan petani, yang merupakan mayoritas penduduk Sumatra Barat meningkat, otomatis akan terjadi sinergi pertumbuhan di sektor lain, seperti perdagangan, industri dan sebagainya juga akan meningkat.
Untuk tahun pertama, program GPP dilaksanakan di 64 desa/nagari, masing-masing 2 nagari di setiap kabupaten/kota. Tahun berikutnya jumlah nagari/desa yang dilibatkan dilipat gandakan dan seterusnya sehingga semua nagari/wilayah telah terjangkau oleh program.
Karena anggaran daerah yang terbatas, maka program GPP diselaraskan dengan program-program nasional. Program Satu Petani Satu Sapi yang merupakan bagian dari program GPP misalnya, diselaraskan dengan program nasional Program Swasembada Daging Sapi (PSDS). Kredit Usaha Pembibitan Sapi (KUPS), program nasional KUR, KKPE dan sejenisnya juga menjadi motor program tersebut. Yang tak kalah pentingnya peran perantau, BUMN dan Perusahaan Swasta, juga ikut menjadi pendukung dana program ini.
Agar terus termonitor perkembangannya, program GPP dievaluasi setiap bulan, dipimpin langsung gubernur. Sedangkan rapat koordinadasi dengan bupati dan walikota dilakukan setiap dua bulan sekali. Gubernur juga berkunjung langsung ke desa/nagari lokasi program GPP. Kepada masyarakat terus diberikan motivasi agar tak membiarkan sejengkal pun tanah mereka terlantar. Juga terus diberikan semangat bahwa kunci sukses adalah bekerja keras dan bersungguh-sungguh. Nasib suatu kaum tak kan berubah jika bukan kaum itu sendiri yang mengubahnya.
Karena baru berjalan setahun, memang belum bisa dievaluasi program yang bertujuan meningkat ekonomi masyarakat dan bercita-cita menciptakan pertumbuhan berkeadilan ini apakah berhasil atau tidak. Namun yang terlihat nyata di lapangan adalah adanya semangat baru masyarakat untuk berubah dan memperbaiki dirinya. Suatu desa yang diberi bantuan satu kolam ikan, karena melihat contoh yang baik, secara swadaya membangun 6 kolam baru. Begitu juga komoditi lain, dimulai oleh pemerintah sebagai stimulan lalu tumbuh dan berkembang secara swadaya.
Tentu, apa yang dilakukan di Sumatra Barat bukan program besar dan bisa langsung menyelesaikan semua persoalan. Namun saya rasa menyelesaikan persoalan besar juga bisa dimulai dari upaya-upaya kecil, asal dilakukan dengan serius, kerja keras dan terus menerus. Tetesan air jika diteteskan secara terus menerus kepada sebuah batu, niscaya suatu saat air tadi akan mampu menembus batu tersebut. Begitu juga upaya menyelesaikan masalah masyarakat, meski dimulai dari yang kecil, jika ditekuni secara serius, tentu akan membuahkan hasil.
Ada banyak teori, rencana atau konsep dan strategi perberdayaan ekonomi masyarakat yang sangat bagus dan canggih yang digagas oleh para pakar. Namun menurut saya strategi dan konsep pemberdayaan terbaik adalah konsep yang diterapkan di lapangan dan dikerjakan dengan sungguh-sungguh. (***)
Singgalang, 24 April 2012
Apakah pemerataan ekonomi bisa dilaksanakan dan ekonomi masyarakat bisa ditingkatkan? Pertanyaan itu sering mencuat. Bisakah ekonomi masyarakat Sumatra Barat meningkat beberapa tahun mendatang?
Pemerataan ekonomi bukan masalah gampang, melaksanakan ekonomi kerakyatan dan berkeadilan tak semudah mengucapkannya. Tapi di Sumatra Barat konsep tersebut tak sekadar slogan, tapi telah dilaksanakan secara ril di lapangan dan ditetapkan secara rutin dalam Anggaran dan Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Pekerjaan membangun Sumatra Barat cukup menantang. Kendala menggulirkan pembangunan periode lima tahun ke depan (2010 – 2015) berawal dari kondisi yang sangat memprihatinkan pascagempa 30 September 2009. Padang, sebagai ibukota nyaris lumpuh total. Hampir semua bangunan kantor pemerintah hancur dan rata dengan tanah, begitu juga sentra-sentra kegiatan ekonomi, sekolah, rumah ibadah dan rumah penduduk juga ikut porak-poranda. Padang, Pariaman, Padang Pariaman, Agam, serta Pasaman Barat mengalami kerusakan terparah akibat gempa.
Kendala lain, Sumatra Barat bukanlah daerah kaya minyak seperti provinsi lain maupun kaya bahan tambang seperti batu bara, emas dan sebagainya. Industri juga tak bertumbuh pesat di sini. Sekitar 60 persen penduduk mengandalkan mata pencaharian di sektor pertanian, perikanan dan perdagangan (UMKM).
Lalu dengan segala keterbatasan yang ada, apa yang bisa dilakukan?
Pekerjaan pertama pada awal periode tersebut, membangun kembali puing-puing yang tersisa akibat gempa. Alhamdulillah berkat keseriusan pemerintah pusat dan juga kerja keras pemerintah daerah bersama masyarakat, serta bantuan dari pihak ketiga, masalah ini bisa teratasi. Bangunan yang sebelumnya roboh dan datar dengan tanah kembali dibangun dan berdiri kokoh. Bangunan yang lama telah berganti dengan yang baru.
Masyarakat tak boleh putus asa, bencana bisa terjadi kapan saja dan di mana saja, namun yang paling penting, bagaimana mengantisipasi dan menghindari risiko bencana tersebut. Semua yang terjadi pasti ada hikmahnya. Spirit masyarakat digenjot sehingga tidak larut dalam kesedihan, Sumbar harus bangkit. Kini, kurang dari tiga tahun setelah gempa, Sumatra Barat telah pulih kembali, baik secara fisik maupun mental. Dalam hal ini Sumatra Barat mendapat apresiasi dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) sebagai daerah terbaik dalam penanggulangan bencana dan sejumlah pakar gempa asal Jepang juga mengacungkan jempol karena dalam waktu yang relatif singkat, kembali normal.
Upaya selanjutnya adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat, sesuai dengan visi pemerintah daerah (Pemda) 2010 -2015 yaitu : “mewujudkan masyarakat madani, sejahtera dan bermartabat.” Karena sekitar 60 persen masyarakat berada di sektor pertanian, perikanan dan UMKM, maka fokus pembangunan akan diarahkan ke kelompok mayoritas masyarakat tersebut.
Untuk mewujudkan cita-cita itu maka Pemprov melakukan percepatan pembangunan dengan membentuk enam tim gerakan terpadu, yaitu:
1. Tim Gerakan Terpadu Gerakan Pensejahteraan Petani (GPP) diketuai oleh Kadis Pertanian Tanaman Pangan.
2. Tim Gerakan Terpadu Pengembangan Koperasi, Usaha Kecil dan Usaha Perdagangan diketuai oleh Kadis Koperindag.
3. Tim Gerakan Terpadu Pemberdayaan Fakir Miskin diketuai oleh Ka. Badan Pemberdayaan Masyarakat.
4. Tim Gerakan Terpadu Pelestarian dan Aplikasi Adat Basandi Sarak, Sarak Basandi Kitabullah (ABS-SBK) diketuai Ka. Biro Binsos.
5. Tim gerakan Terpadu Pengembangan SDM. diketuai oleh Ka. Disdikpora.
6. Tim Gerakan Terpadu Reformasi Birokrasi, diketuai oleh Ka. Biro Organisasi
7. Tim Gerakan Terpadu Pensejahteraan Masyarakat Pesisir dan Nelayan diketuai oleh Kadis Kelautan dan Perikanan
Gerakan Pesejahteraan Petani (GPP) memiliki dampak yang cukup besar, karena sekitar 50 persen penduduk bekerja di sektor pertanian. Program GPP dilaksanakan atas sinergi Dinas Pertanian Tanaman Pangan, Dinas Peternakan dan Dinas Kehutanan.
Latar belakang pelaksanaan GPP, luas lahan pertanian milik masyarakat rata-rata hanya 0,3 hektar per KK dan rata-rata jam kerja petani adalah 3 jam per hari. Berdasarkan hasil analisa, jam kerja petani tersebut bisa ditingkatkan dan lahan pertanian milik petani yang terbatas bisa dioptimalkan dengan intensifikasi dan diversifikasi usaha (mix farming). Petani yang dulu hanya bertani padi sawah difasilitasi untuk melakukan pertanian campuran dengan tambahan kolam ikan, ternak itik, ayam, kambing atau sapi. Sedangkan lahan atau pekarangan yang kosong ditanami kakao, kelapa atau tanaman lain.
Dengan usaha mix farming lahan pertanian yang terbatas bisa dimanfaatkan lebih optimal dan jam kerja petani juga meningkat. Jika hal ini dikerjakan dengan kerja keras dan bersungguh-sungguh, pasti akan membuahkan hasil dan pendapatan petani akan meningkat. Jika pendapatan petani, yang merupakan mayoritas penduduk Sumatra Barat meningkat, otomatis akan terjadi sinergi pertumbuhan di sektor lain, seperti perdagangan, industri dan sebagainya juga akan meningkat.
Untuk tahun pertama, program GPP dilaksanakan di 64 desa/nagari, masing-masing 2 nagari di setiap kabupaten/kota. Tahun berikutnya jumlah nagari/desa yang dilibatkan dilipat gandakan dan seterusnya sehingga semua nagari/wilayah telah terjangkau oleh program.
Karena anggaran daerah yang terbatas, maka program GPP diselaraskan dengan program-program nasional. Program Satu Petani Satu Sapi yang merupakan bagian dari program GPP misalnya, diselaraskan dengan program nasional Program Swasembada Daging Sapi (PSDS). Kredit Usaha Pembibitan Sapi (KUPS), program nasional KUR, KKPE dan sejenisnya juga menjadi motor program tersebut. Yang tak kalah pentingnya peran perantau, BUMN dan Perusahaan Swasta, juga ikut menjadi pendukung dana program ini.
Agar terus termonitor perkembangannya, program GPP dievaluasi setiap bulan, dipimpin langsung gubernur. Sedangkan rapat koordinadasi dengan bupati dan walikota dilakukan setiap dua bulan sekali. Gubernur juga berkunjung langsung ke desa/nagari lokasi program GPP. Kepada masyarakat terus diberikan motivasi agar tak membiarkan sejengkal pun tanah mereka terlantar. Juga terus diberikan semangat bahwa kunci sukses adalah bekerja keras dan bersungguh-sungguh. Nasib suatu kaum tak kan berubah jika bukan kaum itu sendiri yang mengubahnya.
Karena baru berjalan setahun, memang belum bisa dievaluasi program yang bertujuan meningkat ekonomi masyarakat dan bercita-cita menciptakan pertumbuhan berkeadilan ini apakah berhasil atau tidak. Namun yang terlihat nyata di lapangan adalah adanya semangat baru masyarakat untuk berubah dan memperbaiki dirinya. Suatu desa yang diberi bantuan satu kolam ikan, karena melihat contoh yang baik, secara swadaya membangun 6 kolam baru. Begitu juga komoditi lain, dimulai oleh pemerintah sebagai stimulan lalu tumbuh dan berkembang secara swadaya.
Tentu, apa yang dilakukan di Sumatra Barat bukan program besar dan bisa langsung menyelesaikan semua persoalan. Namun saya rasa menyelesaikan persoalan besar juga bisa dimulai dari upaya-upaya kecil, asal dilakukan dengan serius, kerja keras dan terus menerus. Tetesan air jika diteteskan secara terus menerus kepada sebuah batu, niscaya suatu saat air tadi akan mampu menembus batu tersebut. Begitu juga upaya menyelesaikan masalah masyarakat, meski dimulai dari yang kecil, jika ditekuni secara serius, tentu akan membuahkan hasil.
Ada banyak teori, rencana atau konsep dan strategi perberdayaan ekonomi masyarakat yang sangat bagus dan canggih yang digagas oleh para pakar. Namun menurut saya strategi dan konsep pemberdayaan terbaik adalah konsep yang diterapkan di lapangan dan dikerjakan dengan sungguh-sungguh. (***)
Singgalang, 24 April 2012
0 komentar:
Posting Komentar