Jakarta - Sistem Pendidikan Nasional masih memiliki pekerjaan rumah yng cukup
berat dengan semakin maraknya sindikat prostitusi di beberapa daerah di
Indonesia yang melibatkan siswi SMP, dan SMA. Tertangkapnya seorang guru
privat yang berprofesi sebagai mucikari oleh Polresta Denpasar di Kota
Denpasar yang juga ternyata menjadi mucikari penjual gadis belia lewat
dunia maya (23/8). Menambah panjang deretan kasus prostitusi yang
melibatkan para siswi pelajar.
Kepala Badan Kerja Sama Antar-Parlemen (BKSAP) DPR, Surahman Hidayat menjelaskan, salah satu sebab semakin maraknya kegiatan prostitusi yang melibatkan siswi pelajar di bawah umur yang rata-rata duduk di tingkat SMP dan SMA adalahnya kurangnya jam mata pelajaran agama di sekolah yang hanya 120 menit dalam satu pekan.
"Saya minta pemerintah dalam hal ini Kemdikbud untuk segera benahi sistem pendidikan nasional, dengan lebih menyereriusi program pendidikan karakter, sebab esensi pendidikan adalah membangun karakter dan keadaban manusia," ujar Surahman seperti dalam keterangan tertulusnya, Jumat (23/8).
karenanya jelas dia, rencana pemerintah menaikan anggaran belanja pendidikan di tahun 2014 sebesar Rp 371,2 triliun, atau naik 7,5 persen di bandingkan anggaran pendidikan tahun 2013 yang sebesar Rp 345,3 triliun, menjadi tantangan agar permasalahan dekadensi moral yang semakin marak di dunia pendidikan nasional kedepannya mampu diselesaikan.
"Sistem Pendidikan Nasional jangan hanya bertujuan mengejar target prestasi akademik semata, kemudian melupakan esensi pendidikan karakter yang di dapatkan di mata pelajaran agama," terang Anggota Komisi X DPR RI Fraksi PKS ini.
Selanjutnya ia mengungkapkan, pendidikan karakter bertujuan menempa individu para pelajar untuk menjadi manusia yang utuh, matang secara akademis dan matang secara kepribadian. Dengan terjadinya integrasi proses tersebut diharapkan seluruh potensi-potensi yang ada dalam dirinya berkembang secara penuh sehingga membuat dirinya semakin manusiawi.
Jika karakter seseorang berkembang dan semakin menjadi manusiawi berarti pribadi individu tersebut mampu berelasi dengan baik tidak hanya dengan dirinya namun juga dengan orang lain dan lingkungannya, tanpa harus kehilangan kebebasannya.
"Dengan demikian individu tersebut mampu membuat keputusan dan tindakan yang bertanggungjawab dan tidak mudah disetir oleh keadaan apapun atau terbawa oleh arus-arus negatif di sekitarnya," pungkas Surahman. [rus]
Kepala Badan Kerja Sama Antar-Parlemen (BKSAP) DPR, Surahman Hidayat menjelaskan, salah satu sebab semakin maraknya kegiatan prostitusi yang melibatkan siswi pelajar di bawah umur yang rata-rata duduk di tingkat SMP dan SMA adalahnya kurangnya jam mata pelajaran agama di sekolah yang hanya 120 menit dalam satu pekan.
"Saya minta pemerintah dalam hal ini Kemdikbud untuk segera benahi sistem pendidikan nasional, dengan lebih menyereriusi program pendidikan karakter, sebab esensi pendidikan adalah membangun karakter dan keadaban manusia," ujar Surahman seperti dalam keterangan tertulusnya, Jumat (23/8).
karenanya jelas dia, rencana pemerintah menaikan anggaran belanja pendidikan di tahun 2014 sebesar Rp 371,2 triliun, atau naik 7,5 persen di bandingkan anggaran pendidikan tahun 2013 yang sebesar Rp 345,3 triliun, menjadi tantangan agar permasalahan dekadensi moral yang semakin marak di dunia pendidikan nasional kedepannya mampu diselesaikan.
"Sistem Pendidikan Nasional jangan hanya bertujuan mengejar target prestasi akademik semata, kemudian melupakan esensi pendidikan karakter yang di dapatkan di mata pelajaran agama," terang Anggota Komisi X DPR RI Fraksi PKS ini.
Selanjutnya ia mengungkapkan, pendidikan karakter bertujuan menempa individu para pelajar untuk menjadi manusia yang utuh, matang secara akademis dan matang secara kepribadian. Dengan terjadinya integrasi proses tersebut diharapkan seluruh potensi-potensi yang ada dalam dirinya berkembang secara penuh sehingga membuat dirinya semakin manusiawi.
Jika karakter seseorang berkembang dan semakin menjadi manusiawi berarti pribadi individu tersebut mampu berelasi dengan baik tidak hanya dengan dirinya namun juga dengan orang lain dan lingkungannya, tanpa harus kehilangan kebebasannya.
"Dengan demikian individu tersebut mampu membuat keputusan dan tindakan yang bertanggungjawab dan tidak mudah disetir oleh keadaan apapun atau terbawa oleh arus-arus negatif di sekitarnya," pungkas Surahman. [rus]
rmol.co
0 komentar:
Posting Komentar