BANDAR
LAMPUNG—Sejumlah
Ulama mengkritisi muatan materi Rancangan Undang-Undang Keadilan dan Kesetaraan
Gender (RUU KKG). RUU yang tengah digodok DPR RI tersebut dinilai berpotensi
bertentangan dengan syariat Islam.
Hal
itu diungkapkan sejumlah ulama dari berbagai kabupaten/kota dalam acara
silaturahmi para ulama dengan Anggota DPR RI KH Abdul Hakim, anggota DPD RI
Ahmad Jajuli dan anggota DPRD provinsi
Lampung di Aula Kanwil Kementrian Agama (Kemenag) provinsi Lampung, Kamis
(19-4).
Wakil
Ketua Forum Komunikasi Majelis Taklim Provinsi Lampung, Tatik Rahayu N. mengatakan
sejumlah ketentuan yang mengatur tentang hak dan kewajiban dalam RUU KKG
tersebut berpotensi melanggar syariat
Islam dalam pengimplementasiannya. Salah satu materi muatan RUU KKG yang
menjadi sorotan Tatik adalah materi muatan RUU KKG yang mengatur tentang hak
dalam perkawinan.
“Dalam
RUU ini dijelaskan bahwa dalam perkawinan setiap orang berhak memasuki jenjang
perkawinan dan memilih suami atau istri secara bebas. Jika pasal ini tetap dibiarkan,
bisa membuka celah untuk melegalkan pernikahan sesama jenis. Karena disana
tidak diatur secara tegas bahwa setiap orang berhak memilih suami atau istri
yang berlainan jenis. Sebaliknya, kata memilih istri atau suami secara bebas
dapat disalahartikan dapat memilih istri atau suami sesama jenis. Ini jelas
melanggar syariat Islam. Karena itu, harus ada penambahan kata yang berlainan
jenis.” Kata Tatik.
Tatik
yang juga Ketua Biro pemberdayaan Perempuan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi
Lampung itu juga menambahkan anggota majelis taklim yang umumnya kaum perempuan
juga menghendaki agar pengaturan tentang kesetaraan gender diletakan secara
proporsional dan profesional.
“Dari
diskusi-diskusi yang digelar di berbagai majelis taklim, umumnya ibu-ibu
menghendaki agar kesetaraan gender tetap diletakan secara proporsional dan
profesional. Silahkan kaum perempuan beraktivitas sesuai dengan keahliannya
asalkan tidak mengabaikan kodratnya sebagai perempuan,” kata Tatik.
Wakil Kepala kantor Kemenag kabupaten Way Kanan M. Yusuf
juga mengkritisi muatan materi RUU KKG ini. Menurutnya, banyak materi RUU KKG
yang melanggar syariat Islam yang menjadi agama mayoritas di Indonesia. Ia juga
pesimistis RUU ini nantinya bisa diimplementasikan dengan baik.
“80
persen masyarakat Indonesia memeluk Islam. Namun, materi muatan RUU ini banyak
yang bertentangan syariat Islam. Saya tidak apriori, tapi sebaiknya RUU ini
dikaji lebih dalam sebelum disahkan karena jika terus digulirkan dampak
negatifnya akan jauh lebih besar,” kata Yusuf.
Menanggapi
kritikan para ulama tersebut, Anggota Komisi VIII DPR RI menegaskan bahwa saat
ini RUU KKG masih dalam proses penggodokan draft RUU. Menurut Hakim, dari RDP/RDPU yang telah
dilaksanakan di Komisi VIII, disepakati bahwa naskahRUU KKG ini akan ditulis ulang oleh Deputi
Perundang-undangan DPR RI berdasarkan masukan-masukan yang telah disampaikan
baik oleh pemerintah maupun elemen masyarakat.
“Memang
banyak masukan dan pertanyaan dari masyarakat terkait dengan RUU KKG ini,
khususnya soal muatan materi RUU yang dinilai melanggar norma-norma agama. Dan
kami di DPR sangat berhati-hati dalam menyusun RUU ini. Kami masih melakukan
berbagai pendalaman untuk memberikan solusi alternatif agar RUU ini nanti bisa
diterima semua kalangan,” kata Hakim yang juga Sekretaris Fraksi PKS DPR RI
itu.
Seperti
diketahui, materi muatan dalam RUU dikhawatirkan
mendekonstruksi ajaran-ajaran agama dan berbenturan dengan UU lain atau norma
yang sudah melekat dalam kehidupan masyarakat Muslim Indonesia, seperti soal
hukum waris dan UU Perkawinan.
0 komentar:
Posting Komentar