قَالَ عَبْدُ اللهِ بْنُ مُسْلِمٍ بْنُ قَتَيْبَةَ
(213 هـ - 15 رجب 276 هـ = 828 م – 13 نوفمبر 889 م)
اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِيْ نَهَجَ لَنَا سُبُلَ
الرَّشَادِ، وَهَدَانَا بِنُوْرِ الْكِتَابِ {وَلَمْ يَجْعَلْ لَهُ عِوَجًا}
[الكهف : 1]، بَلْ نَزَّلَهُ قَيِّمًا مُفَصَّلًا بَيِّنًا {لَا يَأْتِيْهِ
الْبَاطِلُ مِنْ بَيْنَ يَدَيْهِ وَلَا مِنْ خَلْفِهِ، تَنْزِيْلٌ مِنْ حَكِيْمٍ
حَمِيْدٍ} [فصلت : 42]، وَشَرَّفَهُ، وَكَرَّمَهُ، وَرَفَعَهُ، وَعَظَّمَهُ،
وَسَمَّاهُ رُوْحًا، وَرَحْمَةً، وَهُدًى، وَنُوْرًا.
وَقَطَعَ مِنْهُ بِمُعْجِزِ التَّأْلِيْفِ
أَطْمَاعَ الْكَائِدِيْنَ، وَأَبَانَهُ بِعَجِيْبِ النَّظْمِ عَنْ حِيَلِ الْمُتَكَلِّفِيْنَ،
وَجَعَلَهُ مَتْلُوًّا لَا يُمَلُّ عَلَى طُوْلِ التِّلَاوَةِ، وَمَسْمُوْعًا لَا
تَمُجُّهُ الْآذَانُ، وَغَضًّا لَا يَخْلَقُ عَلَى كَثْرَةِ الرَّدِّ، وَعَجِيْبًا
لَا تَنْقَضِيْ عَجَائِبُهُ، وَمُفِيْدًا لَا تَنْقَطِعُ فَوَائِدُهُ، وَنَسَخَ بِهِ
سَالِفَ الْكُتُبِ، وَجَمَعَ اَلْكَثِيْرَ مِنْ مَعَانِيْهِ فِي الْقَلِيْلِ مِنْ
لَفْظِهِ، وَذَلِكَ مَعْنَى قَوْلِ رَسُوْلِ اللهِ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ - :
«أُوْتِيْتُ جَوَامِعَ الْكَلِمِ» (مُتَّفَقٌ
عَلَيْهِ؛ البخاري [7013]، ومسلم [523])..
فَإِنْ شِئْتَ أَنْ تَعْرِفَ ذَلِكَ فَتَدَبَّرْ
قَوْلَهُ سُبْحَانَهُ : {خُذِ الْعَفْوَ، وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ، وَأَعْرِضْ عَنِ
الْجَاهِلِيْنَ} [الأعراف : 199].
كَيْفَ جُمِعَ لَهُ بِهَذَا الْكَلَامِ كُلُّ
خُلُقٍ عَظِيْمٍ؛ لِأَنَّ فِيْ «أَخْذِ الْعَفْوِ» : صِلَةَ الْقَطِعِيْنَ، وَالصَّفْحَ
عَنِ الظَّالِمِيْنَ، وَإِعْطَاءَ الْمَانِعِيْنَ.
وَفِيْ «الْأَمْرِ بِالْعُرْفِ» : تَقْوَى اللهِ،
وَصِلَةُ الْأَرْحَامِ، وَصَوْنُ اللِّسَانِ عَنِ الْكَذِبِ، وَغَضُّ الطَّرْفِ
عَنِ الْحُرُمَاتِ.
وَإِنَّمَا سُمِّيَ هَذَا وَمَا أَشْبَهُهُ
«عُرْفًا» وَ «مَعْرُوْفًا» لِأَنَّ كَلَّ نَفْسٍ تَعْرِفُهُ، وَكُلَّ قَلْبٍ
يَطْمَئِنُّ إِلَيْهِ.
وِفِي «الْإِعْرَاضِ عَنِ الْجَاهِلِيْنَ» :
اَلصَّبْرُ، وَالْحِلْمُ، وَتَنْزِيْهُ النَّفْسِ عَنْ مُمَارَاةِ السَّفِيْهِ،
وَمُنَازَعَةِ اللَّجُوْجٍ.
[تأويل مشكل القرآن لابن قتيبة ص 3 – 5].
Abdullah bin Muslim bin Qutaibah berkata:
Segala puji bagi Allah yang telah menggariskan manhaj kebaikan, dan
memberi hidayah kepada kita dengan cahaya Al-Qur’an “yang Dia tidak mengadakan
kebengkokan padanya” (Q.S. Al-Kahfi: 1), justru menurunkannya sebagai bimbingan
yang lurus, detail, dan jelas, “Yang tidak datang kepadanya kebatilan baik dari depan maupun dari
belakangnya, yang diturunkan dari (Rabb) Yang Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji
(Q.S. Fushshilat: 42). Allah SWT tonjolkan Al-Qur’an itu, Allah SWT muliakan,
Allah SWT tinggikan, dan Allah SWT agungkan. Allah SWT namakan Al-Qur’an itu
dengan nama ruh, rahmat, penyembuh, hidayah dan cahaya.
Dengan
kemukjizatan susunannya, Allah SWT putuskan ketamakan para pembuat tipu daya,
dan Allah SWT jadikan Al-Qur’an itu berbeda secara jelas dari rekayasa
orang-orang yang memaksa-maksakan diri.
Dijadikan-Nya
Al-Qur’an itu selalu dibaca tanpa ada kebosanan dalam membacanya, betapapun
lamanya waktu dan masa.
Dijadikan-Nya
Al-Qur’an itu selalu didengar, tanpa pernah ada telinga yang merasa muak dari
mendengarnya.
Dijadikan-Nya
Al-Qur’an itu senantiasa segar tidak pernah usang, meskipun diulang-ulang
berkali-kali,
Dijadikan-Nya
Al-Qur’an itu menakjubkan yang tiada pernah henti keajaiban-keajaibannya.
Dijadikan-Nya
Al-Qur’an itu selalu memberi manfaat tanpa pernah berhenti memberikannya.
Dengan
Al-Qur’an ini, Allah SWT nasakh (batalkan) kitab-kitab sebelumnya.
Dan di dalam
Al-Qur’an ini, Allah SWT himpun banyak makna dalam sedikit kata. Dan ini adalah
bukti pembenaran terhadap sabda Rasulullah SAW:
“Aku diberi jawami’
al-kalim, sedikit kata menghimpun dan padat makna”. (hadits muttafaqun
‘alaih, lihat Shahih Bukhari [7013] dan Shaih Muslim [523]).
Kalau anda
ingin mengetahui kebenaran hal itu, silahkan tadabburi firman Allah SWT:
“Jadilah
engkau pema'af dan suruhlah orang mengerjakan yang ma'ruf, serta berpalinglah
daripada orang-orang yang bodoh”. (Q.S. Al-A’raf: 199)
Perhatikan,
bagaimana dalam kalimat singkat ini Allah SWT menghimpun seluruh akhlaq agung,
sebab:
1. Kata: “jadilah engkau pemaaf” mengandung makna:a. Menyambung hubungan silaturrahim terhadap mereka yang telah memutuskannya.
b. Mengampuni orang-orang yang berbuat zhalim, dan
c. Memberi kepada mereka yang tidak pernah memberi.
2. Kata: “Suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf” mengandung makna:
a. Bertaqwa kepada Allah SWT.
b. Menyambung hubungan silaturrahim.
c. Menjaga lisan dari dusta, dan
d. Memalingkan pandangan dari segala hal yang haram.
Semua ini dinamakan “’Urf” atau “ma’ruf”
karena semua jiwa manusia mengenal dan mengetahuinya, serta semua hati merasa
tenteram kepadanya.
3. Kata: “Berpalinglah daripada orang-orang yang bodoh” mengandung makna:a. Bersabar.
b. Memaafkan dan tidak membalas meskipun memiliki kemampuan untuk itu.
c. Membersihkan diri dari mendebat orang-orang yang tidak mengerti, serta
d. Menghindarkan diri dari bertentangan dengan orang yang ngotot tidak mau mengalah.
[Dikutip dari: Ta’wil Musykilil Qur’an, karya: Ibnu Qutaibah, hal. 3 –
5]
Semoga bermanfaat, amin
Musyafa Ahmad Rahim
0 komentar:
Posting Komentar