Terima kasih kepada pengunjung blog. Jumlah kunjungan telah melewati 23.000. Nikmati postingan baru setiap Sabtu-Ahad
Home » » Dilarang Menertawakan Kentut

Dilarang Menertawakan Kentut

Written By Unknown on Minggu, 22 September 2013 | 07.14

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du,


Di antara adab dalam islam yang diajarkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah tidak menghina keadaan orang lain, yang dirinya sendiri juga melakukannya. Kentut adalah bagian dari rangkaian metabolisme tubuh manusia. Sehingga semua orang yang normal mengalaminya. Untuk itu, ketika kita mendengar ada orang yang kentut, kita dilarang menertawakannya. Karena kita sendiripun pernah mengalaminya.


Dari sahabat Abdullah bin Zam’ah radhiyallahu ‘anhu,

Suatu hari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyampaikan khutbah. Beliau menceritakan tentang kisah onta Nabi Sholeh yang disembelih kaumnya yang membangkang. Beliau menafsirkan firman Allah di surat as-Syams. Kemudian beliau menasehati agar bersikap lembut dengan wanita, dan tidak boleh memukulnya.


Kemudian beliau menasehati sikap sahabat yang tertawa ketika mendengar ada yang kentut.

“Mengapa kalian mentertawakan kentut yang kalian juga biasa mengalaminya.” (HR. Bukhari 4942 dan Muslim 2855).


Menertawakan Kentut Kebiasaan Jahiliyah


Dalam Tuhfatul Ahwadzi, Syarh Sunan Turmudzi, Al-Mubarokfuri mengatakan,

“Dulu mereka (para sahabat) di masa jahiliyah, apabila ada salah satu peserta majlis yang kentut, mereka pada tertawa. Kemudian beliau melarang hal itu.” (Tuhfatul Ahwadzi, 9/189).

Imam Ibnu Utsaimin menjelaskan,


Umumnya orang akan menertawakan dan terheran dengan sesuatu yang tidak pernah terjadi pada dirinya. Sementara sesuatu yang juga dialami dirinya, tidak selayaknya dia menertawakannya. Karena itulah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mencela orang yang menertawakan kentut. Karena kentut juga mereka alami. Dan semacam ini (menertawakan kentut) termasuk adat banyak masyarakat. (Syarh Riyadhus Sholihin, 3/120).


Kemudian Imam Ibnu Utsaimin juga menyebutkan satu kaidah,

Ini merupakan isyarat bahwa tidak sepantasnya bagi manusia untuk mencela orang lain dengan sesuatu yang kita juga biasa mengalaminya. Maroji’ : syarh riyadlush sholihin, (Syarh Riyadhus Sholihin, 3/120).

Ditulis oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina www.KonsultasiSyariah.com)
Share this article :

0 komentar:

Posting Komentar


 
Support : Creating Website | Johny Template | Maskolis | Johny Portal | Johny Magazine | Johny News | Johny Demosite
Copyright © 2011-2013. PKS Lubeg - All Rights Reserved - Email: pkslubeg@yahoo.com
Template Modify by Creating Website Inspired Wordpress Hack
Proudly powered by Blogger