Jakarta—Anggota Komisi
V DPR RI Yudi Widiana Adia di Jakarta (10/5) mengatakan demo terbang pesawat super jet 100 Shukoi
yang mengalami kecelakaan, Rabu siang kemarin (9/5), melanggar UU No.1 tahun 2009
tentang Penerbangan. Sesuai dengan pasal 38 UU Penerbangan, semua pesawat yang
akan melakukan uji terbang harus mendapatkan ijin dan sertifikat kelaikudaraan
dari pemerintah.
“Pernyataan Kemenhub
yang menegaskan belum mengeluarkan
sertifikat layak terbang standar Indonesia bagi pesawat Sukhoi Superjet 100
membuktikan ada pelanggaran dalam pelaksanaan UU Penerbangan yang dilakukan
penyelenggara joyflight Shukoi Super Jet 100 ini. Pemerintah dalam hal ini
Kemenhub selaku pembina penerbangan juga lalai karena membiarkan hal ini
terjadi,” kata Yudi.
Politisi PKS itu
mengatakan berdasarkan pasal 38 Sertifikat
kelaikudaraan khusus diberikan untuk pesawat udara yang penggunaannya khusus
secara terbatas (restricted), percobaan (experimental),
dan kegiatan penerbangan yang bersifat khusus. Hal ini dipertegas dalam
penjelasan pasal 38 ayat c yang berbunyi penggunaan pesawat udara untuk kegiatan
penerbangan yang bersifat khusus adalah izin terbang khusus yang diterbitkan untuk
pengoperasian pesawat udara untuk keperluan perbaikan atau perawatan, pengiriman
atau ekspor pesawat udara, uji terbang produksi (production flight test), evakuasi
pesawat dari daerah berbahaya atau demonstrasi terbang.
Terkait dengan kelalaian ini,
Yudi meminta pihak penyelenggara dan Kemenhub bertanggung jawab. “Musibah ini
menunjukan lemahnya pengawasan yang dilakukan oleh Kemenhub. Seharusnya Joyflight
ini bisa dicegah jika memang tidak memenuhi persyaratan yang diatur dalam UU yang
berlaku di Indonesia, untuk hal-hal yang tidak diinginkan bisa dihindari,” kata
Yudi.
Dalam kesempatan itu, Yudi juga
melihat adanya kelalaian pihak otoritas bandar udara dan penyelenggaran demo terbang
pesawat Shukoi seperti Manifes penumpang terbawa panitia yang ikut joyflight
dan penetapan rute penerbangan yang hanya dilakukan sepihak oleh PT Trimarga
Rekatama selaku representatif dan penghubung produsen Shukoi dengan pembeli di
Indonesia.
“Pihak keluarga korban
mengeluhkan lambannya pengumuman kepastian penumpang Shukoi naas kemarin. Bahkan,
sampai sehari setelah musibah pihak bandara masih terpaksa meralat jumlah
penumpang. Seharusnya hal ini tidak terjadi jika saja, pihak penyelenggara dan
otoritas bandara mengantongi manifes penumpang. Tapi, fakta dilapangan,
manisfes terbawa oleh panitia yang ikut dalam joyflight tersebut. Ini juga
merupakan pelanggaran atas UU penerbangan,” kata Yudi.
Disisi
lain, Yudi juga meminta penjelasan pihak Bandara Halim Perdana Kusuma yang mengijinkan penurunan ketinggian dari 10 ribu
kaki menjadi 6 ribu kaki, padahal saat itu pesawat berada disekitar Gunung
Salak dan dalam kondisi berkabut. Mengingat tugas otoritas bandar udara
sebagaimana diatur dalam pasal 228 mempunyai
tugas dan tanggung jawab diantaranya memastikan terlaksana dan terpenuhinya
ketentuan keselamatan dan keamanan penerbangan.
“Otoritas Bandar Udara memiliki tugas memastikan
terlaksana dan terpenuhinya ketentuan keselamatan
dan keamanan penerbangan. Tapi, saat komunikasi terakhir dengan menara, pilot
Shukoi meminta ijin menurunkan ketinggian penerbangan dan mengapa diijinkan?
Padahal saat itu posisi pesawat berada diwilayah pegunungan,” kata Yudi.
fpksdprri
0 komentar:
Posting Komentar