Terima kasih kepada pengunjung blog. Jumlah kunjungan telah melewati 23.000. Nikmati postingan baru setiap Sabtu-Ahad
Home » » Mitigasi Siklus Inflasi

Mitigasi Siklus Inflasi

Written By Unknown on Selasa, 24 Juli 2012 | 12.07

Oleh Kemal Azis Stamboel (Anggota Komisi XI DPR RI)
 
Kenaikan harga pangan menjelang puasa Ramadhan dan lebaran sudah menjadi siklus tahunan. Kondisi ini seolah-olah menjadi sebuah ritual yang sulit untuk diselesaikan. Secara logika ekonomi sederhana, masalah ini dapat dijelaskan dengan mudah. Menjelang puasa atau lebaran permintaan terhadap bahan makanan akan meningkat secara signifikan sedangkan stok penawaran yang tersedia tidak mampu memenuhinya maka harga akan menyesuaikan diri lebih tinggi yang kemudian mengakibatkan inflasi. Jika demikian kondisinya, solusi secara teoretisnya mudah: kontrol konsumsi masyarakat dan penuhi persediaan pangan secara baik dan mencukupi. Untuk solusi pertama sepertinya sulit dilakukan karena tingginya permintaan pada waktu ramadhan sudah menjadi budaya yang telah mengakar di masyarakat. Kalaupun mau dipecahkan, pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan sosial-budaya yang bisa diterima oleh masyarakat.  Bagaimana dengan solusi yang kedua? Ini yang menjadi pekerjaan rumah yang masih belum terselesaikan. Setiap tahun, supply side management bahan makanan tidak berjalan sesuai yang diharapkan. Secara garis besar, saya melihat ada dua permasalahan yang mendasar yakni manajemen persediaan yang kurang baik dan distorsi pasar.
 
Kenaikan permintaan menjelang puasa Ramadhan adalah fakta yang temporal dan siklikal yang mana ini seharusnya bisa diantipasi oleh pemerintah pusat dan daerah. Fakta krusial yang masih menjadi masalah adalah akurasi data persediaan bahan makanan di daerah-daerah. Selama ini pemerintah pusat hanya fokus pada ketersediaan pangan secara nasional. Dengan memprediksi berapa nilai konsumsi nasional yang akan mungkin terjadi, pemerintah mengantispasinya dengan melihat kapasitas produksi domestik apakah mampu memenuhi permintaan tersebut. Jika kapasitas domestik dan cadangan yang dikelola Bulog tidak mampu memenuhi maka pemerintah mengambil kebijakan impor sebagai instrumen stabilisasi harga.

Kebijakan impor adalah solusi praktis yang selama ini sering ditempuh oleh pemerintah untuk meredam inflasi volatile foods. Tentunya kebijakan ini akan berpotensi merugikan produsen karena harga bahan pangan impor relatif lebih murah dibandingkan harga domestik. Satu poin penting yang mungkin kurang mendapat perhatian yakni neraca perdagangan daerah. Selama ini pemerintah hanya melihat scope neraca perdagangan nasional. Perlakuan semacam ini akan bias dan rentan mismatch dengan kondisi riil di daerah-daerah. Lonjakan harga-harga di daerah adalah cermin dari kurang optimalnya pemerintah pusat dalam melakukan koordinasi dengan pemerintah daerah. Fakta yang selama ini terjadi adalah disparitas antar daerah dalam memenuhi kebutuhan pangan mereka. Ada daerah yang surplus namun ada daerah yang justru defisit. Kondisi ini seharusnya bisa dimanfaatkan dengan cara membuat domestic connectivity dan intra-trade cooperation antara daerah.

Optimalisasi potensi dan peluang perdagangan antar daerah ini bisa dikembangkan menjadi sebuah sistem kerja sama yang terpadu. Minimal dengan mengintegrasikan transaksi perdagangan antar daerah sehingga ada link and match antar daerah yang defisit dan surplus berjalan.  Dari neraca perdagangan daerah ini sebenarnya pemerintah mampu menangkap early warning indicators kelangkaan persediaan pangan di daerah ini secara akurat. Selain itu, jika kerjasama perdagangan ini diperkuat lebih jauh maka akan saling memperkuat daya saing industri pertanian daerah. Intra-trade model antar daerah ini jauh lebih besar dampak ekonominya bila dibandingkan kita harus impor dari negara lain. Ia akan menciptakan multiplier effect terhadap peningkatan total faktor produktivitas sektor pertanian, daerah-daerah akan semakin saling berkompetisi untuk menjadi supplier daerah-daerah lain. Kondisi ini dalam jangka panjang akan meningkatkan daya saing sektor pertanian dan perdagangan nasional.

Binding constraint dari pelaksanaan intra-trade antar daerah adalah masalah tingginya biaya transportasi dan transaksi. Hal yang paradoks misalnya jika biaya transportasi dan traksaksi impor komoditas pangan dari negara tetangga seperti Vietnam, Thailand dan Singapura ternyata lebih rendah bila dibandingkan dengan daerah di Jawa membeli dari daerah luar jawa. Permasalahan ini terjadi disebabkan oleh buruknya infrastruktur fisik dan non fisik dari sistem pendukung domestic connectivity yang mendukung kegiatan kerjasama industri dan perdagangan antar daerah. Selama masalah infrastruktur ini belum terselesaikan, tingginya biaya transportasi dan transaksi akan menjadi disinsentif perkembangan sistem kerjasama perdagangan antar daerah. Oleh karena itu dibutuhkan kerjasama yang baik antara Kementrian Perdagangan, Pemerintah Daerah, dan Kementrian Pekerjaan Umum untuk membangun domestic connectivity yang lebih baik lagi.

Dalam merespon lonjakan-lonjakan harga yang tak terkendali dari sisi supply fungsi Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) sangat berperan. Dengan mengacu pada data-data neraca perdagangan daerah, TPID bekerjasama dengan pemerintah daerah dan Bank Indonesia melakukan langkah-langkah taktis antispatif dalam memastikan manajemen persediaan berjalan dengan baik. Di tangan TPID inilah inisiatif pengawasan manajemen persediaan daerah berbasis neraca perdagangan daerah bergantung. Sebagai institusi yang mampu mendeteksi ‘denyut nadi’ inflasi daerah, TPID diharapkan mampu melakukan tindakan-tindakan preventif sehingga inflasi dapat dimitigasi.

Selain memastikan manajemen persediaan berjalan dengan baik, pemerintah harus mampu menghilangkan faktor-faktor yang mendistorsi pasar. Struktur pasar produk-produk pertanian masih masih cukup banyak dikuasai oleh para tengkulak dan pengepul.  Pasar terdistorsi karena para mafia dan spekulan membajak pasar sehingga menyebabkan kelangkaan persediaan barang.   Distorsi ini harus dihilangkan dengan strategi yang tepat dan cepat. Keberadaan para spekulan dan mafia ini mengambil nilai manfaat yang harusnya dinikmati oleh produsen maupun konsumen. Langkah operasi pasar adalah salah satu strategi yang bisa dijalankan. Operasi pasar seharusnya tidak menunggu momen-momen menjelang ramadhan saja, tapi sebelum-sebelumnya juga harus sudah dilakukan. Penegakan hukum dan regulasi pasar harus diterapkan dengan tegas. Struktur pasar pertanian harus direformasi secara lebih ketat sehingga para pemain besar tidak lagi dengan secara leluasa  membeli dalam jumlah yang sangat signifikan. Bulog tidak boleh kalah dengan para tengkulak dan mafia, ia harus memainkan perannya lebih proaktif lagi ke lapangan menemui para petani. Dengan begitu, persediaan pangan di pasar aman dan terjaga. Sudah waktunya pemerintah menyelesaikan siklus tahunan inflasi ini agar stabilitas harga tercipta dan masyarakat menjalankan ibadah Ramadhan tanpa dihantui kecemasan lonjakan harga yang mengkhawatirkan.

Bisnis Indonesia 24 Juli 2012
Share this article :

0 komentar:

Posting Komentar


 
Support : Creating Website | Johny Template | Maskolis | Johny Portal | Johny Magazine | Johny News | Johny Demosite
Copyright © 2011-2013. PKS Lubeg - All Rights Reserved - Email: pkslubeg@yahoo.com
Template Modify by Creating Website Inspired Wordpress Hack
Proudly powered by Blogger