Jakarta
(26/7) – Langkah membebaskan bea masuk kedelai nol persen sampai akhir
tahun dan memfasilitasi koperasi para pengrajin tahu dan tempe untuk
mengimpor langsung ke negara penghasil menunjukan skema kebijakan pangan
reaktif dan grand desain tata niaga pertanian yang buruk dari
Pemerintah. Kebijakan tersebut hanya mampu meredam gejolak kedelai dalam
jangka pendek, namun tidak dapat menyelesaikan permasalahan kedelai
dalam jangka panjang.
Anggota DPR RI Komisi IV Ma’mur Hasanuddin menegaskan, “Pembebasan bea masuk hanya menguntungkan importir, sama sekali tidak memberikan keuntungan bagi petani lokal. Selama pemerintah tidak menyelesaikan masalah penambahan lahan pertanian dan insentif bagi petani kedelai dalam mendorong peningkatan produksi, maka importasi akan terus terjadi.”
Situasi saat ini semakin menegaskan bahwa impor tidak dapat dijadikan penopang utama dalam pemenuhan komoditas pangan nasional, kejadian kelangkaan seperti ini seringkali terjadi seperti kentang dan cabai. Di sisi lain memberikan gambaran jelas bahwa Pemerintah sesungguhnya tidak pernah serius dalam mendorong swasembada kedelai dan sektor pertanian secara umum.
Legislator dari Kabupaten Bandung dan Bandung Barat ini menjelaskan, “Produksi kedelai lokal selama ini bagus sebenarnya, namun petani tidak pernah mendapatkan manfaat dari capaian tersebut. Hal ini terjadi karena tata niaga yang buruk dari Pemerintah menyebabkan kedelai lokal lebih mahal dibandingkan kedelai impor.”
Kementerian Pertanian menyatakan bahwa swasembada kedelai terkendala lahan yang terbatas. Luas lahan kedelai di tanah air hanya 600 ribu hektare dari luas ideal yang dibutuhkan 1,5 hektare dengan produksi 1,5 ton hektare. Badan Pertanahan Nasional (BPN) menyatakan ada lahan telantar 7,3 juta hektare yang dapat dialokasikan untuk tanaman pangan, tetapi selama 2 tahun ini belum mulai direalisasikan. Begitupun dengan Kementerian Kehutanan yang menjanjikan sekitar 2 juta Ha lahan yang bisa ditanami, namun juga belum terealisasi.
“Menko harus mendorong BPN dan Kementerian Kehutanan menuntaskan janjinya yang akan memberikan alokasi lahan untuk pengembangan pertanian. Lahan yang ada saat ini tidak mungkin dipaksakan untuk produksi yang besar jika tidak ada terobosan ekstensifikasi dan reformasi agraria yang berpihak” tegas Ma’mur.
Ma’mur juga menyesalkan langkah sweeping oleh sekelompok pihak kepada pedagang yang masih berjualan tahu dan tempe sebagai bentuk solidaritas. Pihak berwenang seharusnya mampu mengantisipasi hal tersebut, karena tindakan pelarangan berniaga dengan mamaksakan kehendak tidak dapat dibenarkan dalam konteks apapun.
“Kegiatan sweeping yang dilakukan kontrapoduktif dengan semangat yang solidaritas yang dimaksud, oleh karenanya pihak berwenang harus mencegah prilaku tersebut berlangsung terus. Dalam situasi sekarang ini sesungguhnya pihak yang paling dirugikan adalah konsumen, karena mereka dalam situasi ketidakpastian harga dan komoditas kedelai.”
Disepakati Gabungan Koperasi Pengrajin Tahu-Tempe Indonesia bahwa pengrajin tempe dan tahu di semua wilayah DKI Jakarta serta sebagian Jawa melaksanakan mogok produksi dan berjualan selama 3 hari yaitu 25-27 Juli 2012. Perajin tempe-tahu melakukan sweeping ke pasar-pasar dan sentra-sentra produksi sebagai bagian dari aksi mogok produksi.
fpksdprri
Anggota DPR RI Komisi IV Ma’mur Hasanuddin menegaskan, “Pembebasan bea masuk hanya menguntungkan importir, sama sekali tidak memberikan keuntungan bagi petani lokal. Selama pemerintah tidak menyelesaikan masalah penambahan lahan pertanian dan insentif bagi petani kedelai dalam mendorong peningkatan produksi, maka importasi akan terus terjadi.”
Situasi saat ini semakin menegaskan bahwa impor tidak dapat dijadikan penopang utama dalam pemenuhan komoditas pangan nasional, kejadian kelangkaan seperti ini seringkali terjadi seperti kentang dan cabai. Di sisi lain memberikan gambaran jelas bahwa Pemerintah sesungguhnya tidak pernah serius dalam mendorong swasembada kedelai dan sektor pertanian secara umum.
Legislator dari Kabupaten Bandung dan Bandung Barat ini menjelaskan, “Produksi kedelai lokal selama ini bagus sebenarnya, namun petani tidak pernah mendapatkan manfaat dari capaian tersebut. Hal ini terjadi karena tata niaga yang buruk dari Pemerintah menyebabkan kedelai lokal lebih mahal dibandingkan kedelai impor.”
Kementerian Pertanian menyatakan bahwa swasembada kedelai terkendala lahan yang terbatas. Luas lahan kedelai di tanah air hanya 600 ribu hektare dari luas ideal yang dibutuhkan 1,5 hektare dengan produksi 1,5 ton hektare. Badan Pertanahan Nasional (BPN) menyatakan ada lahan telantar 7,3 juta hektare yang dapat dialokasikan untuk tanaman pangan, tetapi selama 2 tahun ini belum mulai direalisasikan. Begitupun dengan Kementerian Kehutanan yang menjanjikan sekitar 2 juta Ha lahan yang bisa ditanami, namun juga belum terealisasi.
“Menko harus mendorong BPN dan Kementerian Kehutanan menuntaskan janjinya yang akan memberikan alokasi lahan untuk pengembangan pertanian. Lahan yang ada saat ini tidak mungkin dipaksakan untuk produksi yang besar jika tidak ada terobosan ekstensifikasi dan reformasi agraria yang berpihak” tegas Ma’mur.
Ma’mur juga menyesalkan langkah sweeping oleh sekelompok pihak kepada pedagang yang masih berjualan tahu dan tempe sebagai bentuk solidaritas. Pihak berwenang seharusnya mampu mengantisipasi hal tersebut, karena tindakan pelarangan berniaga dengan mamaksakan kehendak tidak dapat dibenarkan dalam konteks apapun.
“Kegiatan sweeping yang dilakukan kontrapoduktif dengan semangat yang solidaritas yang dimaksud, oleh karenanya pihak berwenang harus mencegah prilaku tersebut berlangsung terus. Dalam situasi sekarang ini sesungguhnya pihak yang paling dirugikan adalah konsumen, karena mereka dalam situasi ketidakpastian harga dan komoditas kedelai.”
Disepakati Gabungan Koperasi Pengrajin Tahu-Tempe Indonesia bahwa pengrajin tempe dan tahu di semua wilayah DKI Jakarta serta sebagian Jawa melaksanakan mogok produksi dan berjualan selama 3 hari yaitu 25-27 Juli 2012. Perajin tempe-tahu melakukan sweeping ke pasar-pasar dan sentra-sentra produksi sebagai bagian dari aksi mogok produksi.
fpksdprri
0 komentar:
Posting Komentar