JAKARTA—Komisi V
DPR RI menyesalkan kejadian anjloknya Serangkaian
Commuter Line (CL) jurusan Bogor-Jakarta anjlok di Stasiun Cilebut, Bogor,
Kamis pagi (4-10) yang hanya berselang tiga hari setelah kenaikan tariff KRL.
Operator KRL diminta segera memenuhi standar pelayanan minim (SPM) dan keselamatan,
jika tidak DPR akan meninjau ulang kenaikan tariff KRL commuter.
Anggota Komisi V DPR RI Yudi
Widiana Adia mengungkapkan hal itu, Kamis pagi. Menurut dia, meski tidak sampai
menimbulkan korban jiwa, anjloknya kereta CL di stasiun Cilebut juga harus
mendapat perhatian Komisi Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT).
“Saya sangat menyesalkan
mengapa musibah ini sampai terjadi. Apalagi diduga kecelakaan ini akibat adanya
rel yang gompal atau somplek distasiun Cilebut. Seharusnya kerusakan rel ini
bisa diketahui lebih
awal jika pemeriksaan rutin rel dilakukan sehingga tidak menyebabkan
kecelakaan. Apalagi posisi kerusakan relnya dekat dengan stasiun seperti yang
dilaporkan berbagai media,” kata Yudi.
Yudi juga mengingatkan kembali
operator Kereta CL untuk segera memenuhi SPM dan meningkatkan keselamatan,
keamanan dan kelancaran KRL. Jika tidak, Komisi V, kata Yudi akan meminta
pemerintah meninjau ulang kenaikan tariff kereta CL yang diberlakukan mulai 1
Oktober lalu.
“Kalau pelayanannya masih
seperti ini apalagi sampai mengabaikan factor keselamatan, kami di komisi V
akan mendesak pemerintah untuk meninjau ulang kenaikan tariff CL. Kenaikan
tariff seharusnya diikuti dengan peningkatan pelayanan agar konsumen tidak
dirugikan,” kata Yudi.
Pemerintah Lalai
Dalam
kesempatan yang sama, Yudi juga mengkritik kebijakan pemerintah yang menyerahkan
penyelenggaraan
sarana sekaligus prasarana perkeretaapian kepada PT KAI, termasuk perawatan dan
pengoperasiannya.
Pelimpahan
seluruh tugas penyelenggaraan perkeretaapian itu dinilai akan membebani kinerja
PT KAI yang seharusnya focus pada pelayanan angkutan kereta api saja. Apalagi
jika tidak diikuti dengan penambahan anggaran PSO disektor perkeretaapian.
Pasal 28
Perpres No. 53/2012 menyebutkan pada saat mulai berlakunya Peraturan Presiden
ini, PT.Kereta Api Indonesia (Persero) sebagai pelaksana penyelenggaraan prasarana
perkeretaapian umum milik negara yang ada saat ini tetap melaksanakan tugas perawatan
dan pengoperasian prasarana perkeretaapian umum milik negara sampai dengan
terbentuknya Badan Usaha penyelenggara prasarana perkeretaapian umum.
Sementara
dalam UU No.23/2007 tentang Perkeretaapian, pasal 17 menyebutkan bahwa Penyelenggaraan
perkeretaapian umum terdiri atas penyelenggaraan prasarana perkeretaapian
dan/atau sarana perkeretaapian.
Kemudian,
pasal 214 UU No.23/2007 juga mengamanatkan kepada pemerintah untuk membentuk
badan usaha penyelenggaraan sarana dan badan usaha penyelenggaraan prasarana
paling lama 3 tahun setelah UU Perkeretaapian disahkan, atau pada tahun 2010.
Namun, hingga kini pemerintah belum membentuk badan usaha penyelenggara
prasarana. Sebaliknya, pemerintah melimpahkan tugas itu kepada PT KAI sebagai
operator sekaligus badan penyelenggara sarana kereta api.
fpksdprri
0 komentar:
Posting Komentar