Pemuda yang satu ini tampan sekali. Cukuplah kalimat Ibnu Hajar (Al
Ishobah) berikut ini menunjukkan betapa tampannya pemuda ini,
"Dia selalu menjadi perumpamaan dalam hal ketampanan wajah. Jibril
pernah turun dengan wajahnya. Sebagaimana dalam hadits Ummu Salamah dan
Aisyah."
Pemuda ini hadir dari kalangan bangsawan. Keahliannya yang mumpuni dalam
bidang perdagangan membuatnya semakin sempurna di mata wanita. Bayangkan
tiga kelebihan ada pada seorang pemuda: Ketampanan, kecerdasan bangsawan
dan kemapanan bisnis.
Sempurna....
Ya, Dia adalah Dihya. Nama lengkapnya Dihya bin Khalifah Al Kalby.
Ibnu Hajar kembali menukil riwayat dari Ibnu Abbas:
"Jika Dihya masuk Kota Madinah, tidak ada seorang pun gadis kecuali
keluar untuk melihatnya."
Bayangkan kalau ada seorang anak muda seperti Dihya hidup hari ini.
Dunia apa yang dimasukinya? Seperti apa gaya hidupnya?
Pertanyaan yang lebih penting: Apakah di usia muda ini telah menjadi
orang shaleh, atau sekadar menikmati selebrasi dan berpindah dari satu
pesta ke pesta berikut?
Dihya berbeda. Karena Dihya adalah didikan Rasulullah. Di usia mudanya,
ia telah menempatkan dirinya sebagai anak muda yang layak mendapatkan
tugas sangat besar. Ya, sangat besar. Tugas mengantarkan surat dakwah
Nabi kepada pembesar di sekitar Jazirah Arab pada tahun 7H, setelah
peristiwa Hudaibiyah (6H).
Tugas mengantarkan surat ke para pembesar untuk diajak masuk Islam jelas
bukan tugas sederhana. Karena yang sering diduga, para pembesar itu akan
murka berat. Dan setelah itu, keamanan seorang diplomat terkadang
terancam juga.
Ditambah lagi, tugas Dihya bukan ke sembarang penguasa. Bukan penguasa
kecil. Tetapi penguasa terbesar di zamannya; Kaisar Romawi. Satu dari
dua penguasa bumi saat itu.
Itu artinya, jiwa pemberani Dihya sungguh luar biasa.
Langsung saja, kita dengarkan dialog antara Dihya dan Kaisar Romawi.
Dialog penuh keberanian dan harga diri yang tinggi,
Dihya: Wahai Kaisar, saya diutus oleh orang yang lebih baik anda. Dan
Yang Mengutusnya lebih baik dari dia dan dari anda. Maka dengarkan
dengan kerendahan kemudian penuhilah dengan mengambil manfaat. Karena
jika anda tidak merendahkan diri, anda tidak akan paham. Dan jika tidak
memenuhinya dengan mengambil manfaat, anda tidak akan adil (dalam
menilai).
Kaisar Romawi: Berikan!
Dihya: Apakah anda tahu, kalau al Masih Isa dahulu melakukan shalat?
Kaisar: Ya, saya tahu
Dihya: Saya mengajak anda untuk menuju Dzat yang disembah Al Masih dalam
shalatnya dan aku mengajakmu menuju Dzat yang mengatur langit dan bumi
saat Al Masih masih ada di perut ibunya. Aku mengajakmu kepada Nabi yang
Ummy (tidak bisa baca tulis) yang telah dikabarkan oleh Musa dan
kemudian Isa. Dan anda mempunyai ilmu yang terang benderang yang tak
perlu lagi kehadiran fisik dan berita lain. Jika anda memenuhi seruan
ini, maka anda berhak mendapatkan dunia dan akhirat. Jika tidak, maka
akan hilanglah akhiratmu dan dibagilah duniamu. Dan aku tahu, engkau
mempunyai Tuhan yang mampu menghancurkan para penguasa dzalim dan mampu
mengubah kenikmatan.
Mendengarkan kalimat penuh makna yang dalam dan penuh kekuatan itu,
Kaisar segera mengambil surat dari tangan Dihya, kemudian dia letakkan
di keningnya, kepalanya dan diciumnya.
(Lihat As Siroh An Nabawiyah wad Da'wah fil 'Ahdil Madani, Ahmad Ahmad
'Allusy dan Sufara' An Nabiy, DR. Mukhtar al Wakil)
Sangat terasa kental keberanian Dihya yang tak goyah sedikitpun. Tak ada
demam panggung walau bicara di hadapan penguasa paling besar di bumi
saat itu. Tak ada beban sama sekali.
Selain itu, terasa betul kecerdasannya. Kecerdasan kalimat dan
kecerdasan isi. Pembukaan kalimat sangat cerdas. Sangat menguasai
pendengar. Dihya sangat tahu berhadapan dengan Pembesar Romawi yang
beragama Nasrani dan memahami al Kitab.
Dihya bahkan sangat cerdas menabrak keyakinan trinitas Nasrani dengan
satu kalimat saja:
Saya mengajak anda untuk menuju Dzat yang disembah Al Masih dalam
shalatnya dan aku mengajakmu menuju Dzat yang mengatur langit dan bumi
saat Al Masih masih ada di perut ibunya.
Sungguh cerdas. Karena walaupun Islam dan Kristen tidak sepakat tentang
ketuhanan Isa, tetapi keduanya sepakat bahwa Isa dilahirkan oleh wanita
suci Maryam/Maria. Dari pintu inilah Dihya masuk. Saat Isa masih dalam
rahim, siapa yang mengendalikan langit dan bumi ini. Pasti ada Tuhan
yang mengendalikan dan mengaturnya.
Maka risalah Islam yang disampaikan Dihya sangat mengena. Dihya mengajak
Kaisar untuk beribadah hanya kepada Yang Mengatur langit dan bumi saat
Isa masih dalam rahim dan Dzat Yang Disembah Isa saat shalat (lagi-lagi,
tema shalatnya Isa disepakati oleh Islam dan Nasrani).
Dihya juga sangat paham bahwa Kaisar mengetahui akan kehadiran Nabi
terakhir yang ciri-cirinya sangat terang benderang tertulis dalam Taurat
dan Injil. Dan salah satu ciri kuatnya adalah Ummy (tidak bisa baca
tulis).
Kalimat-kalimat cerdas Dihya meluncur menembus hati Kaisar. Sehingga
surat mulia yang ditulis oleh Rasulullah pun diciumnya.
Bahkan setelah Kaisar berdialog panjang dengan Abu Sufyan yang sedang
berdagang di Syam (untuk mencari informasi), Kaisar tidak bisa
menyembunyikan bahwa semua ciri Nabi terakhir benar ada pada Nabi
Muhammad,
Jika semua yang kamu katakan benar, maka dia (Nabi itu) akan menguasai
tempat berdirinya kedua kakiku ini. Aku tahu ia akan keluar, tetapi aku
tidak menduga kalau ia hadir dari kalian. Kalauaku bisa sampai
kepadanya, aku akan berupaya untuk menemuinya. Dan kalau aku ada di
sisinya, pasti aku cuci kedua kakinya. (Ar Rahiq Al Makhtum)
Maka, Dihya pun dimuliakan di tanah Romawi. Dan pulangnya diberi
hadiah-hadiah oleh Kaisar untuk disampaikan kepada Rasulullah. Walau
hidayah tidak menembus hatinya. Setidaknya Dihya, pemuda itu telah
melakukan tugas sangat besar dan sukses!
Pemuda yang tampan, mapan, cerdas, pemberani, sholeh dan pengemban
risalah kebesaran.
Ditunggu Dihya-Dihya berikutnya!
Pemuda dengan kesempurnaan hidup dan kebesaran karya!
Sumber: parentingnabawiyah.com
Foto: freefoto.com
Ishobah) berikut ini menunjukkan betapa tampannya pemuda ini,
"Dia selalu menjadi perumpamaan dalam hal ketampanan wajah. Jibril
pernah turun dengan wajahnya. Sebagaimana dalam hadits Ummu Salamah dan
Aisyah."
Pemuda ini hadir dari kalangan bangsawan. Keahliannya yang mumpuni dalam
bidang perdagangan membuatnya semakin sempurna di mata wanita. Bayangkan
tiga kelebihan ada pada seorang pemuda: Ketampanan, kecerdasan bangsawan
dan kemapanan bisnis.
Sempurna....
Ya, Dia adalah Dihya. Nama lengkapnya Dihya bin Khalifah Al Kalby.
Ibnu Hajar kembali menukil riwayat dari Ibnu Abbas:
"Jika Dihya masuk Kota Madinah, tidak ada seorang pun gadis kecuali
keluar untuk melihatnya."
Bayangkan kalau ada seorang anak muda seperti Dihya hidup hari ini.
Dunia apa yang dimasukinya? Seperti apa gaya hidupnya?
Pertanyaan yang lebih penting: Apakah di usia muda ini telah menjadi
orang shaleh, atau sekadar menikmati selebrasi dan berpindah dari satu
pesta ke pesta berikut?
Dihya berbeda. Karena Dihya adalah didikan Rasulullah. Di usia mudanya,
ia telah menempatkan dirinya sebagai anak muda yang layak mendapatkan
tugas sangat besar. Ya, sangat besar. Tugas mengantarkan surat dakwah
Nabi kepada pembesar di sekitar Jazirah Arab pada tahun 7H, setelah
peristiwa Hudaibiyah (6H).
Tugas mengantarkan surat ke para pembesar untuk diajak masuk Islam jelas
bukan tugas sederhana. Karena yang sering diduga, para pembesar itu akan
murka berat. Dan setelah itu, keamanan seorang diplomat terkadang
terancam juga.
Ditambah lagi, tugas Dihya bukan ke sembarang penguasa. Bukan penguasa
kecil. Tetapi penguasa terbesar di zamannya; Kaisar Romawi. Satu dari
dua penguasa bumi saat itu.
Itu artinya, jiwa pemberani Dihya sungguh luar biasa.
Langsung saja, kita dengarkan dialog antara Dihya dan Kaisar Romawi.
Dialog penuh keberanian dan harga diri yang tinggi,
Dihya: Wahai Kaisar, saya diutus oleh orang yang lebih baik anda. Dan
Yang Mengutusnya lebih baik dari dia dan dari anda. Maka dengarkan
dengan kerendahan kemudian penuhilah dengan mengambil manfaat. Karena
jika anda tidak merendahkan diri, anda tidak akan paham. Dan jika tidak
memenuhinya dengan mengambil manfaat, anda tidak akan adil (dalam
menilai).
Kaisar Romawi: Berikan!
Dihya: Apakah anda tahu, kalau al Masih Isa dahulu melakukan shalat?
Kaisar: Ya, saya tahu
Dihya: Saya mengajak anda untuk menuju Dzat yang disembah Al Masih dalam
shalatnya dan aku mengajakmu menuju Dzat yang mengatur langit dan bumi
saat Al Masih masih ada di perut ibunya. Aku mengajakmu kepada Nabi yang
Ummy (tidak bisa baca tulis) yang telah dikabarkan oleh Musa dan
kemudian Isa. Dan anda mempunyai ilmu yang terang benderang yang tak
perlu lagi kehadiran fisik dan berita lain. Jika anda memenuhi seruan
ini, maka anda berhak mendapatkan dunia dan akhirat. Jika tidak, maka
akan hilanglah akhiratmu dan dibagilah duniamu. Dan aku tahu, engkau
mempunyai Tuhan yang mampu menghancurkan para penguasa dzalim dan mampu
mengubah kenikmatan.
Mendengarkan kalimat penuh makna yang dalam dan penuh kekuatan itu,
Kaisar segera mengambil surat dari tangan Dihya, kemudian dia letakkan
di keningnya, kepalanya dan diciumnya.
(Lihat As Siroh An Nabawiyah wad Da'wah fil 'Ahdil Madani, Ahmad Ahmad
'Allusy dan Sufara' An Nabiy, DR. Mukhtar al Wakil)
Sangat terasa kental keberanian Dihya yang tak goyah sedikitpun. Tak ada
demam panggung walau bicara di hadapan penguasa paling besar di bumi
saat itu. Tak ada beban sama sekali.
Selain itu, terasa betul kecerdasannya. Kecerdasan kalimat dan
kecerdasan isi. Pembukaan kalimat sangat cerdas. Sangat menguasai
pendengar. Dihya sangat tahu berhadapan dengan Pembesar Romawi yang
beragama Nasrani dan memahami al Kitab.
Dihya bahkan sangat cerdas menabrak keyakinan trinitas Nasrani dengan
satu kalimat saja:
Saya mengajak anda untuk menuju Dzat yang disembah Al Masih dalam
shalatnya dan aku mengajakmu menuju Dzat yang mengatur langit dan bumi
saat Al Masih masih ada di perut ibunya.
Sungguh cerdas. Karena walaupun Islam dan Kristen tidak sepakat tentang
ketuhanan Isa, tetapi keduanya sepakat bahwa Isa dilahirkan oleh wanita
suci Maryam/Maria. Dari pintu inilah Dihya masuk. Saat Isa masih dalam
rahim, siapa yang mengendalikan langit dan bumi ini. Pasti ada Tuhan
yang mengendalikan dan mengaturnya.
Maka risalah Islam yang disampaikan Dihya sangat mengena. Dihya mengajak
Kaisar untuk beribadah hanya kepada Yang Mengatur langit dan bumi saat
Isa masih dalam rahim dan Dzat Yang Disembah Isa saat shalat (lagi-lagi,
tema shalatnya Isa disepakati oleh Islam dan Nasrani).
Dihya juga sangat paham bahwa Kaisar mengetahui akan kehadiran Nabi
terakhir yang ciri-cirinya sangat terang benderang tertulis dalam Taurat
dan Injil. Dan salah satu ciri kuatnya adalah Ummy (tidak bisa baca
tulis).
Kalimat-kalimat cerdas Dihya meluncur menembus hati Kaisar. Sehingga
surat mulia yang ditulis oleh Rasulullah pun diciumnya.
Bahkan setelah Kaisar berdialog panjang dengan Abu Sufyan yang sedang
berdagang di Syam (untuk mencari informasi), Kaisar tidak bisa
menyembunyikan bahwa semua ciri Nabi terakhir benar ada pada Nabi
Muhammad,
Jika semua yang kamu katakan benar, maka dia (Nabi itu) akan menguasai
tempat berdirinya kedua kakiku ini. Aku tahu ia akan keluar, tetapi aku
tidak menduga kalau ia hadir dari kalian. Kalauaku bisa sampai
kepadanya, aku akan berupaya untuk menemuinya. Dan kalau aku ada di
sisinya, pasti aku cuci kedua kakinya. (Ar Rahiq Al Makhtum)
Maka, Dihya pun dimuliakan di tanah Romawi. Dan pulangnya diberi
hadiah-hadiah oleh Kaisar untuk disampaikan kepada Rasulullah. Walau
hidayah tidak menembus hatinya. Setidaknya Dihya, pemuda itu telah
melakukan tugas sangat besar dan sukses!
Pemuda yang tampan, mapan, cerdas, pemberani, sholeh dan pengemban
risalah kebesaran.
Ditunggu Dihya-Dihya berikutnya!
Pemuda dengan kesempurnaan hidup dan kebesaran karya!
Sumber: parentingnabawiyah.com
Foto: freefoto.com
0 komentar:
Posting Komentar