Padang —DPRD Provinsi Sumbar menilai recovery (pemulihan) pascagempa yang dilakukan pemerintah lamban. Kondisi ini tak sebanding dengan recovery yang dilakukan masyarakat dalam membenahi ekonomi dan rumah masing-masing.
Demikian dikemukan Wakil Ketua DPRD Sumbar, Leonardy Harmaini saat penutupan Gelar Teknologi Tepat Guna (TTG) XV di GOR H Agus Salim pada Padang Ekspres, kemarin (30/9). “Kita menyesalkan kelambanan pemerintah melakukan recovery. Mereka kan punya anggaran. Jadi, tak seharusnya lebih lambat dari masyarakat. Pemerintah harus secepatnya berpacu dengan waktu untuk segera melakukan recovery,” ujarnya.
Ia mengatakan, saat ini perkantoran pemerintah masih banyak yang belum diperbaiki setelah empat tahun pascagempa. Pemprov dan tujuh kota dan kabupaten yang terkena dampak gempa, disarankan agar gesit melobi dana ke pusat.
“Cara meminta dana ke pusat yang harus dievaluasi pemerintah Sumbar.
Jika kementerian tidak mau memberikan anggaran, datang beramai-ramai ke presiden untuk melaporkan kondisi pasca-rehab rekon Sumbar,” ujarnya.
Jika mengharapkan dana APBD, kata Yultekhnil, mustahil mampu membangun kembali infrastruktur jalan, irigasi dan jembatan dan perkantoran yang rusak.
Dia menambahkan, sisa lebih perhitungan anggaran (silpa) dari dana pemerintah pusat sebesar 10 persen setiap tahun, yakni Rp 156 triliun. Begitu juga silpa Sumbar, 10 persen atau Rp 350 miliar. “Dana itu sudah banyak kantor pemerintahan yang bisa dibangun atau direhab,” tuturnya.
Gubernur Sumbar Irwan Prayitno mengakui recovery kantor pemerintahan masih lamban. Ada 19 gedung kantor pemerintahan provinsi yang rusak. Jika ditambah gedung perkantoran 7 Pemkab/Pemko, ada 26 gedung yang rusak. Dari 26 gedung itu, baru lima gedung yang dibangun, yakni Dinas Peternakan Sumbar, Bappeda Sumbar, Badan Arsip dan Pustaka Sumbar, Escape Building dan Dinas Pekerjaan Umum Sumbar.
Gubernur mengakui lebih memprioritakan recovery rumah masyarakat dan perbaikan infrastruktur. “Empat tahun gempa, 200 ribu rumah masyarakat yang rusak sudah dapat dituntaskan. Infrastruktur jalan dan jembatan, ada yang sedang diperbaiki dan telah diperbaiki. Jika masih ada yang belum diperbaiki, jumlahnya sudah tak seberapa,” ucapnya.
Kepala Dinas Prasarana Jalan Tata Ruang dan Permukiman (Disprajal Tarkim) Sumbar, Suprapto mengatakan, perbaikan kantor pemerintahan yang rusak akibat gempa butuh anggaran Rp 3,4 triliun. Dari anggaran itu, Rp 600 miliar untuk perkantoran di lingkungan Pemprov. Sisanya, untuk pembangunan infrastruktur dan perkantoran pemerintah kota/kabupaten.
“Kantor pemerintahan yang rusak (pemprov dan tujuh pemkab/pemko) itu jumlahnya 26 perkantoran yang rusak ringan hingga berat,” tuturnya.
Gedung Pemprov yang rusak meliputi: Kantor Dinas Prasjal Tarkim, Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah (DPKD), Dinas Perikanan dan Kelautan, Dinas Pemuda dan Olahraga, Badan Ketahanan Pangan, Gedung Badan Perpustakaan dan Arsip, gedung DPRD Sumbar, Biro Pembangunan, Biro Sosial, Biro Umum, gedung Satkorlak, gedung Kesbangpol Linmas, Dinas Perkebunan, Kantor Gubernur, Dinas Peternakan, rumah dinas ketua DPRD dan mushala.
Kantor pemerintah yang telah diperbaiki: Bappeda, Dinas Peternakan dan Badan Pustaka Daerah dan Arsip. “Sedangkan Kantor Prasjal Tarkim ditargetkan tuntas akhir tahun 2013 nanti. Kami terus berupaya mendapatkan dana pusat. Jika tidak dapat dana pusat, kita bangun dengan dana APBD secara bertahap,” ujarnya.
Suprapto mengaku telah mengusulkan perbaikan gedung tersebut ke pemerintah pusat. Namun di tengah jalan, Kementerian Keuangan menarik kembali dana tersebut karena alasan belum prioritas. “Kita akan ajukan kembali di tahun depan,” tuturnya.
Shelter untuk Nelayan
Terpisah, Kepala Pusat Pengendalian Operasi Penanggulangan Bencana BPBD Sumbar, Ade Edward menambahkan, saat ini BPBD Sumbar tengah memikirkan dan merancang bagaimana permukiman di perkampungan nelayan. Pembangunan rumah-rumah nelayan tidak lagi menyebar di sepanjang pantai, namun berupa rumah susun yang dapat sekaligus berfungsi sebagai shelter.
“Saat ini kita sedang merancang bagaimana permukiman warga di sekitar pesisir pantai, dapat lebih layak untuk ditempati, sekaligus bisa berfungsi sebagai shelter. Program ini dapat disinergikan dengan Kementerian Perumahan Rakyat,” ungkapnya.
Perbanyak Jalur Evakuasi
Sementara itu, Kepala BPBD Pesisir Selatan Doni Gusrizal mengatakan komit memperbanyak jalur evakuasi karena Pessel rawan bencana alam. “Jika jalur evakuasi banyak, dengan mudah masyarakat bisa mencapai tempat ketinggian jika bencana tsunami datang,” katanya.
Pessel sendiri berada di pinggir pantai yang berhadapan langsung dengan Samudera Indonesia. Kebiasaan masyarakat mayoritas cenderung memilih bertempat tinggal dekat dengan jalan nasional yang tidak jauh dari garis pantai sehingga sangat rawan dari ancaman bencana tersebut.
Dari kejadian tsunami yang pernah menerpa daerah di Indonesia, seperti di Aceh, dengan kecepatan yang tinggi, 15 menit setelah gempa besar, ketinggian gelombang mencapai 20 meter dan 5 km dari bibir pantai.
“Agar terhindar dari malapetaka, masyarakat harus berada pada tempat ketinggian dan jarak yang jauh dari pantai. Atau minimal baru bisa dijangkau tsunami setelah 15 menit gempa besar yang berpotensi tsunami,” ungkapnya.
Doni mengatakan telah menyiapkan shelter dan jalur-jalur evakuasi, meski masih jauh dari kebutuhan. “Sosialisasi dan mitigasi perlu dilakukan sebagai kesiapan menghadapi bencana, sehingga masyarakat tidak lagi bingung menghadapi bencana, karena sudah terlatih,” katanya. (ayu/yon)
Padang Ekspres 1 Oktober 2013
tentanggubernursumbar.wordpress.com
Demikian dikemukan Wakil Ketua DPRD Sumbar, Leonardy Harmaini saat penutupan Gelar Teknologi Tepat Guna (TTG) XV di GOR H Agus Salim pada Padang Ekspres, kemarin (30/9). “Kita menyesalkan kelambanan pemerintah melakukan recovery. Mereka kan punya anggaran. Jadi, tak seharusnya lebih lambat dari masyarakat. Pemerintah harus secepatnya berpacu dengan waktu untuk segera melakukan recovery,” ujarnya.
Ia mengatakan, saat ini perkantoran pemerintah masih banyak yang belum diperbaiki setelah empat tahun pascagempa. Pemprov dan tujuh kota dan kabupaten yang terkena dampak gempa, disarankan agar gesit melobi dana ke pusat.
“Cara meminta dana ke pusat yang harus dievaluasi pemerintah Sumbar.
Jika kementerian tidak mau memberikan anggaran, datang beramai-ramai ke presiden untuk melaporkan kondisi pasca-rehab rekon Sumbar,” ujarnya.
Jika mengharapkan dana APBD, kata Yultekhnil, mustahil mampu membangun kembali infrastruktur jalan, irigasi dan jembatan dan perkantoran yang rusak.
Dia menambahkan, sisa lebih perhitungan anggaran (silpa) dari dana pemerintah pusat sebesar 10 persen setiap tahun, yakni Rp 156 triliun. Begitu juga silpa Sumbar, 10 persen atau Rp 350 miliar. “Dana itu sudah banyak kantor pemerintahan yang bisa dibangun atau direhab,” tuturnya.
Gubernur Sumbar Irwan Prayitno mengakui recovery kantor pemerintahan masih lamban. Ada 19 gedung kantor pemerintahan provinsi yang rusak. Jika ditambah gedung perkantoran 7 Pemkab/Pemko, ada 26 gedung yang rusak. Dari 26 gedung itu, baru lima gedung yang dibangun, yakni Dinas Peternakan Sumbar, Bappeda Sumbar, Badan Arsip dan Pustaka Sumbar, Escape Building dan Dinas Pekerjaan Umum Sumbar.
Gubernur mengakui lebih memprioritakan recovery rumah masyarakat dan perbaikan infrastruktur. “Empat tahun gempa, 200 ribu rumah masyarakat yang rusak sudah dapat dituntaskan. Infrastruktur jalan dan jembatan, ada yang sedang diperbaiki dan telah diperbaiki. Jika masih ada yang belum diperbaiki, jumlahnya sudah tak seberapa,” ucapnya.
Kepala Dinas Prasarana Jalan Tata Ruang dan Permukiman (Disprajal Tarkim) Sumbar, Suprapto mengatakan, perbaikan kantor pemerintahan yang rusak akibat gempa butuh anggaran Rp 3,4 triliun. Dari anggaran itu, Rp 600 miliar untuk perkantoran di lingkungan Pemprov. Sisanya, untuk pembangunan infrastruktur dan perkantoran pemerintah kota/kabupaten.
“Kantor pemerintahan yang rusak (pemprov dan tujuh pemkab/pemko) itu jumlahnya 26 perkantoran yang rusak ringan hingga berat,” tuturnya.
Gedung Pemprov yang rusak meliputi: Kantor Dinas Prasjal Tarkim, Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah (DPKD), Dinas Perikanan dan Kelautan, Dinas Pemuda dan Olahraga, Badan Ketahanan Pangan, Gedung Badan Perpustakaan dan Arsip, gedung DPRD Sumbar, Biro Pembangunan, Biro Sosial, Biro Umum, gedung Satkorlak, gedung Kesbangpol Linmas, Dinas Perkebunan, Kantor Gubernur, Dinas Peternakan, rumah dinas ketua DPRD dan mushala.
Kantor pemerintah yang telah diperbaiki: Bappeda, Dinas Peternakan dan Badan Pustaka Daerah dan Arsip. “Sedangkan Kantor Prasjal Tarkim ditargetkan tuntas akhir tahun 2013 nanti. Kami terus berupaya mendapatkan dana pusat. Jika tidak dapat dana pusat, kita bangun dengan dana APBD secara bertahap,” ujarnya.
Suprapto mengaku telah mengusulkan perbaikan gedung tersebut ke pemerintah pusat. Namun di tengah jalan, Kementerian Keuangan menarik kembali dana tersebut karena alasan belum prioritas. “Kita akan ajukan kembali di tahun depan,” tuturnya.
Shelter untuk Nelayan
Terpisah, Kepala Pusat Pengendalian Operasi Penanggulangan Bencana BPBD Sumbar, Ade Edward menambahkan, saat ini BPBD Sumbar tengah memikirkan dan merancang bagaimana permukiman di perkampungan nelayan. Pembangunan rumah-rumah nelayan tidak lagi menyebar di sepanjang pantai, namun berupa rumah susun yang dapat sekaligus berfungsi sebagai shelter.
“Saat ini kita sedang merancang bagaimana permukiman warga di sekitar pesisir pantai, dapat lebih layak untuk ditempati, sekaligus bisa berfungsi sebagai shelter. Program ini dapat disinergikan dengan Kementerian Perumahan Rakyat,” ungkapnya.
Perbanyak Jalur Evakuasi
Sementara itu, Kepala BPBD Pesisir Selatan Doni Gusrizal mengatakan komit memperbanyak jalur evakuasi karena Pessel rawan bencana alam. “Jika jalur evakuasi banyak, dengan mudah masyarakat bisa mencapai tempat ketinggian jika bencana tsunami datang,” katanya.
Pessel sendiri berada di pinggir pantai yang berhadapan langsung dengan Samudera Indonesia. Kebiasaan masyarakat mayoritas cenderung memilih bertempat tinggal dekat dengan jalan nasional yang tidak jauh dari garis pantai sehingga sangat rawan dari ancaman bencana tersebut.
Dari kejadian tsunami yang pernah menerpa daerah di Indonesia, seperti di Aceh, dengan kecepatan yang tinggi, 15 menit setelah gempa besar, ketinggian gelombang mencapai 20 meter dan 5 km dari bibir pantai.
“Agar terhindar dari malapetaka, masyarakat harus berada pada tempat ketinggian dan jarak yang jauh dari pantai. Atau minimal baru bisa dijangkau tsunami setelah 15 menit gempa besar yang berpotensi tsunami,” ungkapnya.
Doni mengatakan telah menyiapkan shelter dan jalur-jalur evakuasi, meski masih jauh dari kebutuhan. “Sosialisasi dan mitigasi perlu dilakukan sebagai kesiapan menghadapi bencana, sehingga masyarakat tidak lagi bingung menghadapi bencana, karena sudah terlatih,” katanya. (ayu/yon)
Padang Ekspres 1 Oktober 2013
tentanggubernursumbar.wordpress.com
0 komentar:
Posting Komentar