DIBANDING DAERAH LAIN
PADANG, HALUAN — Penerapan sistem ekonomi kerakyatan di Sumatera Barat secara umum relatif lebih baik dibandingkan dengan daerah lain. Hal ini diungkapkan oleh M. Setyawan Santoso, Peneliti Ekonomi Madya Kantor Bank Indonesia Padang kepada Haluan Jumat (29/6) di ruang kerjanya.
Santoso menjelaskan bahwa perekonomian Sumatera Barat bertumpu kepada ekonomi Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM). Berbeda dengan perekonomian provinsi Banten, di sana, perekonomian bertumpu kepada industri besar dan sedang, jadi 50 persen tanah di sana dipakai untuk aktivitas industri besar sedang. Industri besar dan sedang, sahamnya merupakan milik kantor pusat yang ada di Jakarta. Sedangkan untuk masyarakat hanya 50 persen kurang.
Sedangkan untuk Sumatera Barat, 90 persen perekonomian masyarakat berasal dari UMKM, sehingga dari sektor keuangan, kredit dapat disalurkan. Karena itulah, sistem ekonomi kerakyatan di Sumatera Barat bisa dikatakan lebih baik, sebab sejak awal pemerintah daerah juga melakukan pembinaan cukup baik kepada pengusaha ekonomi lokal. Yang ke dua pemerintah daerah juga memberikan perlindungan yang cukup baik dari masuknya ekonomi konglomerasi. BI dan pemerintah, bekerjasama dalam mengatur dan membatasi masuknya ekonomi konglomerasi dari berbagai sektor, termasuk sektor- sektor perdagangan, dan ini sangat baik menumbuhkan perekonomi lokal.
“Dampaknya terhadap kesejahteraan bagus. Karena kesejahteraan bersumber dari ekonomi lokal. Sehingga gap antara orang paling kaya dan orang paling miskin itu tidak besar. Karena di Padang, tidak banyak perusahaan-perusahaan raksasa seperti di pulau Jawa,” papar Santoso.
Santoso juga menjelaskan, “Kalau kita bandingkan antara Sumatera Barat dengan provinsi Riau dimana Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) lebih besar dibanding Sumatera Barat. Walau begitu, PDRB Sumatera Barat 100 persen untuk Sumatera Barat. Intinya perekonomian di Sumatera Barat memang ditujukan untuk rakyatnya. Yang lebih penting itu, PDRB itu ditujukan untuk siapa, bukan besar kecilnya. Oleh karena itu kalau kita berupaya untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahtraan masyarakat, kita harus melihat dan mengetahui masyarakat kita sebagian besar berada di sektor apa?,” urai Santoso.
Untuk Sumatera Barat, masyarakat banyak bergerak di sektor perdagangan. Yang kedua di sektor pertanian. Jadi untuk pengembangan, di dua sektor tersebut harus lebih difokuskan. Harus ada jaminan pemerintah dengan memperhatikan faktor-faktor yang mendukung seperti sarana dan prasarana. Karena dengan jaminan pemerintah itu adalah pintu masuk perbankan mau membangun.
“Akses ke bank merupakan pintu gerbang untuk membuka akses investor, seperti pembangunan jalan tol di Sumatera Barat, atau real estate. Syaratnya perbankan lokal harus mau dulu membiayai usaha-usaha yang ada. Investor masuk kalau perbankan membiayai, perbankan membiayai kalau pemerintah memperhatikan,” tutupnya. (h/cw-dra)
Haluan 30 Juni 2012
PADANG, HALUAN — Penerapan sistem ekonomi kerakyatan di Sumatera Barat secara umum relatif lebih baik dibandingkan dengan daerah lain. Hal ini diungkapkan oleh M. Setyawan Santoso, Peneliti Ekonomi Madya Kantor Bank Indonesia Padang kepada Haluan Jumat (29/6) di ruang kerjanya.
Santoso menjelaskan bahwa perekonomian Sumatera Barat bertumpu kepada ekonomi Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM). Berbeda dengan perekonomian provinsi Banten, di sana, perekonomian bertumpu kepada industri besar dan sedang, jadi 50 persen tanah di sana dipakai untuk aktivitas industri besar sedang. Industri besar dan sedang, sahamnya merupakan milik kantor pusat yang ada di Jakarta. Sedangkan untuk masyarakat hanya 50 persen kurang.
Sedangkan untuk Sumatera Barat, 90 persen perekonomian masyarakat berasal dari UMKM, sehingga dari sektor keuangan, kredit dapat disalurkan. Karena itulah, sistem ekonomi kerakyatan di Sumatera Barat bisa dikatakan lebih baik, sebab sejak awal pemerintah daerah juga melakukan pembinaan cukup baik kepada pengusaha ekonomi lokal. Yang ke dua pemerintah daerah juga memberikan perlindungan yang cukup baik dari masuknya ekonomi konglomerasi. BI dan pemerintah, bekerjasama dalam mengatur dan membatasi masuknya ekonomi konglomerasi dari berbagai sektor, termasuk sektor- sektor perdagangan, dan ini sangat baik menumbuhkan perekonomi lokal.
“Dampaknya terhadap kesejahteraan bagus. Karena kesejahteraan bersumber dari ekonomi lokal. Sehingga gap antara orang paling kaya dan orang paling miskin itu tidak besar. Karena di Padang, tidak banyak perusahaan-perusahaan raksasa seperti di pulau Jawa,” papar Santoso.
Santoso juga menjelaskan, “Kalau kita bandingkan antara Sumatera Barat dengan provinsi Riau dimana Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) lebih besar dibanding Sumatera Barat. Walau begitu, PDRB Sumatera Barat 100 persen untuk Sumatera Barat. Intinya perekonomian di Sumatera Barat memang ditujukan untuk rakyatnya. Yang lebih penting itu, PDRB itu ditujukan untuk siapa, bukan besar kecilnya. Oleh karena itu kalau kita berupaya untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahtraan masyarakat, kita harus melihat dan mengetahui masyarakat kita sebagian besar berada di sektor apa?,” urai Santoso.
Untuk Sumatera Barat, masyarakat banyak bergerak di sektor perdagangan. Yang kedua di sektor pertanian. Jadi untuk pengembangan, di dua sektor tersebut harus lebih difokuskan. Harus ada jaminan pemerintah dengan memperhatikan faktor-faktor yang mendukung seperti sarana dan prasarana. Karena dengan jaminan pemerintah itu adalah pintu masuk perbankan mau membangun.
“Akses ke bank merupakan pintu gerbang untuk membuka akses investor, seperti pembangunan jalan tol di Sumatera Barat, atau real estate. Syaratnya perbankan lokal harus mau dulu membiayai usaha-usaha yang ada. Investor masuk kalau perbankan membiayai, perbankan membiayai kalau pemerintah memperhatikan,” tutupnya. (h/cw-dra)
Haluan 30 Juni 2012
0 komentar:
Posting Komentar