JAKARTA—Tabrakan kapal Bahuga Jaya dengan tanker Norgas
Cathinka (NGC) di Selat Sunda harus menjadi momentum pemerintah untuk menunda
pembangunan Jembatan Selat Sunda (JSS). Upaya yang mendesak dilakukan pemerintah
saat ini adalah memperbaiki infrastruktur pelabuhan dan peremajaan armada kapal
laut di penyeberangan Merak-Bakauheni.
Demikian dikatakan Ketua Kelompok Fraksi (Kapoksi) Fraksi PKS di Komisi V
DPR RI Sigit Sosiantomo, Senin (1-10). Menurut Sigit, pembangunan JSS belum
mendesak dilaksanakan. Selain karena biaya pembangunannya yang fantastis hingga
Rp225 triliun, aspek kerawanan bencana di sekitar Selat Sunda juga perlu
dipertimbangkan. Disisi lain, pembangunan JSS akan mematikan pelayaran nasional.
“Musibah tabrakan kapal Bahuga dengan tanker NGC di selat Sunda kemarin
memperlihatkan bahwa keselamatan, keamanan dan kelancaran penyeberangan di
Merak-Bakauheni belum ditangani dengan
baik. Sebaliknya, pemerintah sudah merencanakan pembangunan JSS yang menelan
dana sangat besar sampai Rp225 triliun dan pembangunannya membutuhkan waktu
lama. Jadi sepertinya kebijakannya tidak pas, karena kita butuh perbaikan
infrastruktur pelabuhan yang cepat, tapi disuruh menunggu JSS,” kata Sigit.
Langkah yang seharusnya diambil pemerintah, kata Sigit adalah mempercepat
pembenahan infrastruktur
Merak-Bakauheni. Dengan menambah dermaga baru, peremajaan kapal dan
infrastruktur lainnya, kata Sigit, kelancaran, keselamatan dan keamanan di penyeberangan
terpadat di Indonesia itu akan terwujud.
Selama ini,, kata Sigit, para pemilik kapal enggan menambah kapal baru di
penyeberangan terpadat di Indonesia itu karena khawatir tidak bisa menarik
keuntungan mengingat pemerintah akan segera membangun JSS. Akibatnya,
revitalisasi kapal terhambat karena tidak ada investor yang mau berinvestasi.
Dan pelayanan pelayaran yang aman, selamat dan lancar pun terabaikan.
Seperti diketahui, sebagai negara maritim sistem transportasi laut Indonesia amburadul. Ini terbukti dengan banyaknya jumlah kasus kecelakaan di laut. Penyebab kecelakaan beragam, mulai dari kebakaran, kelebihan muatan sampai dengan usia kapal yang dimanipulasi. Kondisi ini diperparah oleh lemahnya tingkat pengawasan dari para pemangku kebijakan.
Kesalahan pemerintah dalam kebijakan pembangunan nasionalnya saat ini adalah lebih mengedepankan “land base oriented”. Sehingga strategi yang terkait dengan urusan laut tidak mendapatkan prioritas, termasuk dalam kebijakan anggaran. Akibat dari strategi yang keliru, maka kebijakan dan implementasi di bidang transportasi laut amburadul. Konsekuensinya, transportasi laut yang seharusnya jadi andalan masyarakat justru menjadi angkutan yang menakutkan.
Optimalkan
Pencarian Korban
Dalam kesempatan itu, Sigit juga meminta pemerintah dan
Basarnas untuk memaksimalkan pencarian korban selamat dan korban yang diduga
tewas bersama tenggelamnya kapal Bahuga Jaya.
“Upaya
pertolongan dan pencarian korban harus dilakukan maksimal. Kemungkinan masih
banyak korban dibagian deck yang belum terselamatkan karena dari pengakuan
korban selamat, proses tenggelamnya kapal cepat sekali hanya selang 20 menit
setelah tabrakan. Dalam waktu 20 menit, rasanya sulit untuk bisa cepat naik
dari deck ke bagian atas kapal dan mendapatkan pelampung lalu menyelamatkan
diri” kata Sigit.
fpksdprri
0 komentar:
Posting Komentar